Puisi

Gerimis di Gunung Menangis

PUISI

Oleh: Wirda Salong (Pegiat komunitas tinggal di Kota Ambon)


Dari anak tangga pertama yang berlumut. Mengantarkanku menemui haru biru di pintu gua.

Dari sini, pandanglah.

Mata Lewerani setajam runcing.

Tatapnya menusuk.

Bola matanya menguar, hitam biji pala.

Memandang awas bak Ibu mengawasi buah hati.

Jangan sampai orang lain mengusik.

Di mulut gua, menguar harum batang kayu manis.

Beradu dengan gerimis yang turun perlahan, merambah dedaunan dan menyesap batang pala.

Mulut gua yang menganga.

Mengurai benang merah warna darah.

Mengurai kesaksian perempuan-perempuan  Wandan.

Yang perawannya tertawan ditanah sendiri.

Yang air matanya menjelma telaga sebab dipaksa menikmati sentuhan birahi.

Birahi-birahi dari orang luar, yang liar bak ular.

Dari sini tangisan-tangian terdengar pilu.

Ia membentangi luka yang menganga.

Pasrah.

Di mulut gua.

Akar beringin menutup luka.

Apa daya, Lewerani tetap terluka.

Bak mulut gua.

Ia menganga.

 

Banda Naira, 25 Maret 2022.

“Kelas puisi, Kemah Komunitas Penggerak Literasi”.

Wirda Slg
Penulis, Wirda Slg.(Foto: Dok. Pribadi)

#merdekabelajar #gerakanliterasinasional #literasimaluku #kemahliterasikbpm


Puisi ini ditulis pada kelas puisi dalam Kemah Komunitas Penggerak Literasi, yang digelar oleh Kantor Bahasa Maluku.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Lihat Juga
Close
Back to top button