DPP Hetu Upu Ana Desak Pemda Maluku Tengah Serius Atasi Masalah Tapal Batas
potretmaluku.id – Sengketa tapal batas di semenanjung Tanjung Sial (Tansil) antara Pemda Seram Bagian Barat (SBB) dan Pemda Maluku Tengah (Malteng) tak kunjung usai.
Tarik menarik terkait status hukum di wilayah tersebut masih terjadi. Pemda Malteng dan DPRD setempat diminta segera menyelesaikan masalah tapal batas lantaran kerap menuai perselisihan antar warga di wilayah tersebut.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Hetu Upu Ana (DPP HUA) Jazirah Leihutu, Rajab Mahu menyampaikan, tarik ulur atas wilayah tersebut harus segera diselesaikan agar tidak lagi terjadi konflik antar warga di enam dusun yang ada di semenanjung Tansil.
Menurutnya, secara hukum wilayah Tansil merupakan hak ulayat dari empat negeri di Jazirah Leihitu. Sehingga diakhir jabatan Pemerintah daerah, sudah harus diselesaikan.
“Ini harus diselesaikan oleh DPRD dan Pemda Malteng di tahun terahir sisa masa jabatan Bupati,” ujar Mahu, Minggu (22/8/2021).
Penyelesaian sengketa tapal batas merupakan bagian dari menuntaskan pekerjaan penyelesaian wilayah Tanjung Sial. Disana terdapat 6 dusun yang merupakan hak ulayat dari empat negeri adat di Leihutu, yakni negeri Wakasihu, Larike, Asilulu dan negeri Ureng.
Namun, setelah terbentuknya kabupaten SBB, sejumlah warga di dusun itu kemudian diakomodir masuk dalam admistrasi pemerintah kabupaten SBB. Padahal, enam dusun itu adalah wilayah sah dari empat negeri di Jazirah
“Pemda Malteng dan DPRD harus serius menyelesaikannya, karena berakibat buruk terhadap pelayanan masyarakat di Tanjung Sial dan juga mencederai tatanan adat yang dapat berakibat fatal,” ungkapnya.
Pihaknya prihatin dengan masyarakat yang ada di enam dusun tersebut. Betapa tidak, mereka menjadi korban karena sering terjadi konflik antar warga. Belum lagi ada tekanan dari negeri induk yang mempertegas hak ulayat tersebut.
Hal itu membuat kerukunan masyarakat disana terganggu. Sebab, pada dusun yang sama ada sebagian warga memilih menjadi warga SBB dan ada juga memilih tetap sebagai warga Malteng, sehingga berdampak terhadap pelayanan masyarakat disana.
“Jadi kami pemuda Jazirah mendesak Pemda Malteng untuk serius menyelesaikan persoalan ini agar tidak lagi menjadi polemik di tengah kehidupan masyarakat kami di Tansil,” pungkasnya.
Dia mengaku DPP HUA telah menghimpun data dari anggota DPRD Malteng maupun Provinsi Maluku. Bahwasannya wilayah tersebut telah menjadi wilayah Malteng secara sah berdasarkan keputusan MK Nomor 123 Tahun 2011 yang membatalkan permendagri No 29 lampiran ke-2.
Dari informasi tersebut, DPP HUA menyimpulkan bahwa tidak ada keseriusan Pemda Malteng untuk menyelesaikan polemik tapal batal itu. HUA berharap aleg Malteng asal Jazirah dapat mengawal masalah itu dan dimasukan kedalam agenda prioritas DPRD.
“Jika tidak tuntas, maka kami menganggap Pemda gagal dalam menjaga wilayah keutuhannya, karena tidak peduli dengan kondisi masyarakat,” tandasnya.(PM-05)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi