PendapatSeram Bagian Barat

Di Pulau Manipa, Listrik Mati 2 Hari, Menyala 5 Hari

CATATAN PERJALANAN KE PULAU MANIPA

Oleh: Saadiah Uluputty (Anggota DPR RI Dapil Maluku)


Minggu (12/9/2021) lalu saya berkunjung ke Pulau Manipa, di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku. Perjalanan saya selama dua hari ke Seram Bagian Barat ini, untuk menghadiri acara peletakan batu pertama Masjid Raya Al Istiqomah, di Desa Luhutubang.

Bersama saya dalam perjalanan ini, ada Pak Amir Rumra, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku. Ada pula Ketua DPD PKS Kabupaten SBB, Asrul S. Kaisuku, dan sekretaris yang juga anggota DPRD Kabupaten SBB Rahmat Basiha.

Dari Pelabuhan Tahoku di Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, kami bertolak menggunakan speed boat. Di saran transportasi laut yang kami tumpangi ini, muatan yang terisi lebih banyak berupa barang ketimbang penumpang.

Saya mengambil tempat duduk dekat ibu-ibu, dan duduk di antara tumpukan barang yang mengisi penuh bagian speed boat. Tak menyisakan ruang untuk bergerak bebas.

“Ini barang apa ya ibu?” tanya saya kepada para ibu yang ikut dalam speed boat. Dengan spontan mereka menjawab, bahwa yang ada itu barang-barang milik penumpang, yang belum terangkut 3 hari belakangan ini karena ombak.

pulau manipa
Penulis (kanan) saat menumpang speed boat penuju Pulau Manipa.(Foto: Dok. Penulis)

Saya lanjut bertanya, “berapa jam ke Manipa ya?” Seorang ibu menjawab, kalau speed boat penuh dengan barang begini, biasanya 3 jam. Waduh, lumayan juga. 3 jam kaki saya terlipat diantara gundukan barang.
Ini perjalanan musim timur, yang kadang cuacanya tak menentu. “Bagaimana kalau di tengah laut, lalu tiba-tiba datang ombak, angin dan hujan?” batin saya.

Tapi Alhamdulillah, perjalanan berjalan lancar. Begitu tiba di Manipa, air laut sedang surut, dan kami harus rela turun agar jauh dari bibir pantai. Langsung nyemplung di dalam laut. Seperti masyarakat setempat, yang sejak pulau ini ada, hingga hari ini, harus merasakan turun nyemplung ke laut. Karena tak ada tambatan pelabuhan speed boat, maupun Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) satupun yang dibangun di Pulau Manipa ini.

Selama 2 hari di Pulau Manipa, saya melakukan kunjungan juga ke beberapa desa dan dusun. Bertemu tokoh masyarakat, dan mendengarkan aspirasi yang mereka sampaikan. Banyak sudah catatan yang kami tuliskan. Diantara sekian banyak persoalan, ada satu atau 2 hal krusial yang masih jadi persoalan besar dan mendesak, yaitu soal listrik dan sarana telekomunikasi.

Meski begitu, kali ini saya akan menyoroti persoalan listrik. Sebagaimana saat berkunjung ke Pulau Tayando Tam di Kota Tual, kali ini kami juga mendapatkan aspirasi soal persoalan listrik, yang belum mencukupi kebutuhan daya bagi masyarakat setempat.

“Di Pulau Manipa, listrik mati 2 hari dan menyala 5 hari ibu,” kata Bapa Imam Masaoi, saat kami singgah di Tomalehu menuju Masaoi. “Tegangan listrik hanya 110 Volt, dan mengakibatkan alat elektronik rusak,” tambahnya, mengeluhkan persoalan kelistrikan di Pulau Manipa.

Sebagai anggota DPR RI utusan Maluku yang pernah bermitra dengan PLN, dan sekarang berada di Komisi IV, tentulah saya merasa prihatin dan miris dengan kondisi yang ada. Persoalan ini hingga sekarang masih ada, dan belum ada perkembangan berarti terutama di daerah-daerah pulau.

pulau manipa
Penulis (tegah) saat tiba dengan speed boat di pantai Pulau Manipa.(Foto: Dok. Penulis)

Saya jadi teringat, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirut PLN di Komisi VII. Saya menyampaikan dengan suara keras dan kritis soal ini. Bahkan meminjam kata “Yoo..yaa..” dari istilahnya orang Key soal listrik. Ternyata ada Yoo..yaa di listrik Manipa juga. Jam 6 sore anak anak teriak “Yoo”, dan jam 6 subuh orang tua teriak “yaa…”.

Saya menemukan ada beberapa persoalan baik soal ratio elektrivikasi, lama jam nyala maupun hirarki Struktural Kerja Unit Pelayanan. Dan ketika kunjungan saya kemarin dan hari ini, ternyata unit layanan di Kepulauan Manipa, Kelang, Buano dan Luhu ada di UP Leihitu. Ini salah satu masalah krusial sebenarnya. Mengapa? Karena pola koordinasi dan kerja Sama Operasi (KSO) akan terputus di persoalan kewenangan antar kabupaten.

Saya ambil contoh, waktu berkunjung ke Pulau Tayando Tam, sepulang dari sana saya bertemu ULP Kota Tual dan Wali Kota Tual. Lalu meminta ada surat dari kota agar bisa ditindaklanjuti ke kementrian. Dan alhamdulillah, berjalan dalam koordinasi yang linier dan bisa dilanjutkan dengan pengadaan pembangkit baru ke Tayandu Tam. Nah, ini mungkin salah satu persoalan yang harus diselesaikan juga soal soal seperti ini.

Bagi saya, listrik menjadi kebutuhan utama dan primer, yang harus dibangun dan diperhatikan karena semua kebutuhan hidup hari ini terhubung dengan listrik. Dari penerangan, pendidikan, masak, cuci, maupun industri rumah tangga seperti cold storage, yang harus dibangun sebagai tempat penampung dan pendinginan ikan hasil tangkapan nelayan tentulah akan terganggu.

Betapa tidak, daerah yang potensial dan kaya ikan, baik ikan pelagis maupun dimersial, yang tidak terlalu jauh dari Kota Ambon, Ibukota Provinsi Maluku, tetapi hampir tak ada solusi yang berarti seperti pembangunan cold storage, ataupun industri pengolahan di hilirisasi ,yang dibangun di Manipa sebagai salah satu pulau sentra perikanan.

Masyarakat tentulah berharap banyak dengan kehadiran anggota DPR RI dan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku, bisa memberi solusi, menjembatani persoalan yang disampaikan. Dan kami ingin berkomitmen semaksimal upaya kami seperti ditempat lain. Jika ada niat tentulah Allah memberi jalan keluarnya. Mudah mudahan menjadi amal kebaikan.(*)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button