Pendapat

Cara Universitas Mengalahkan Predator Seksual

Pada saat kasus Agni terjadi, belum ada perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual di Indonesia. Undang-Undang Kejahatan Seksual masih dalam tahap pembahasan, dengan perdebatan seputar kata “persetujuan”. Mempertimbangkan persetujuan berarti pemerintah Indonesia secara diam-diam mengakui semua hubungan seksual, termasuk perselingkuhan atau di antara pasangan yang belum menikah – sebuah gagasan yang kontroversial di negara yang mayoritas penduduknya beragama.

Pada tahun 2021, dengan kekerasan seksual di kampus-kampus menjadi sorotan, Kementerian Pendidikan memberlakukan peraturan menteri yang mewajibkan semua lembaga pendidikan untuk menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua orang. Namun, hal ini tidak berjalan mulus. Terjadi perdebatan antara kelompok moralis, kelompok garis keras agama dan aktivis tentang definisi kekerasan seksual, perlindungan terhadap korban dan siapa saja yang termasuk dalam kategori korban.

Kelompok agama menolak peraturan tersebut karena dianggap tidak mengatur tentang perzinahan, sehingga memungkinkan perzinahan terjadi di dalam kampus. Mereka berargumen bahwa peraturan tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai budaya dan agama di Indonesia dan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung agar peraturan tersebut dibatalkan. Menanggapi hal tersebut, lebih dari 1000 akademisi dan mahasiswa menandatangani surat terbuka yang menolak Peninjauan Kembali dan mendukung Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 30 Tahun 2021. Perjuangan melawan kekerasan seksual diperkuat dengan adanya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang memperluas definisi kekerasan seksual dengan memasukkan bentuk-bentuk non-fisik, seperti pelecehan di media sosial.

Ada beberapa kemenangan lainnya. Sebelumnya, korban harus menyediakan dua saksi untuk membuktikan sebuah serangan. Sekarang, kesaksian dari korban saja -dengan bukti pendukung- sudah cukup. Selain itu, korban dapat memberikan kesaksian secara online dan ada peraturan mengenai konseling yang lebih baik untuk korban.

Namun, masih ada banyak tantangan di depan. Ada tanda tanya apakah pejabat lokal dan polisi akan menerima perubahan ini, atau mengejar kasus-kasus karena keterbatasan anggaran.

Namun, ada pelajaran yang bisa dipetik. Perlindungan hukum diperlukan; tidak cukup hanya dengan niat baik. Meskipun membawa pelaku ke pengadilan itu penting, program pencegahan dapat mengubah sikap di universitas-universitas di Indonesia. Dan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual membutuhkan upaya gabungan dari komunitas akademis, LSM, penyedia layanan, dan lembaga pemerintah. Harapannya, banyak hambatan yang dapat diatasi dan kekerasan seksual di perguruan tinggi dapat menjadi sesuatu yang sudah berlalu.

Lidwina Inge Nurtjahyo adalah dosen dan peneliti di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dia telah mengembangkan klinik hukum perempuan dan anak di UI. Dia menyatakan bahwa dia tidak memiliki konflik kepentingan.

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Artikel ini pertama kali dipublikasikan tanggal 25 November 2022 di bawah lisensi Creative Commons oleh 360info™.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Previous page 1 2

Berita Serupa

Back to top button