Lingkungan

Akademisi FH Unpatti: Kewang Muda Diharapkan Paham tentang Hukum Lingkungan

KEWANG MUDA

potretmaluku.id – Kegiatan untuk mempersiapan Kewang Muda di Maluku sangatlah penting, karena di satu sisi kewang adalah pranata adat yang mestinya dilestarikan bukan saja soal sisi kelembagaannya, tapi fungsi dan kewenangannya sangat berdampak pada lingkungan, yang sekarang ini menjadi masalah besar.

Pernyataan tersebut disampaikan Reny H. Nendissa, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, kepada potretmaluku.id, terkait kegiatan Kelas Kewang Muda Tahun 2021, di Pulau Gunung Api Banda, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Jumat (12/3/2012).

Pada kegiatan yang digelar EcoNusa Foundation bersama Moluccas Coastal Care, sejak Kamis (11/3/2021) hingga Senin (15/3/2021) dengan mengusung tema “Kewang Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Maluku” ini, Reny dihadirkan sebagai salah satu narasumber yang berbagi tentang Kewang sebagai pranata hukum adat di Maluku.

“Tatanan adat ini merupakan kearifan lokal yang sebenarnya punya nilai besar, apalagi dengan adanya Kewang Muda sebagai generasi penerus. Apalagi beberapa persoalan pada masyarakat adat di Maluku, khususnya Maluku Tengah, masih bermasalah soal struktur pemerintah desa adat atau negeri,” ujar Reny.

Menurut dia, ada juga negeri-negeri yang sampai saat ini masih bermasalah soal mata rumah parentah dan akan berdampak pada kinerja dari kewang itu sendiri.

Secara lembaga adat, kata dia, penentuan kepala kewang itu tidak bisa sembarangan orang, tapi harus berdasarkan marga atau garis keturunan tertentu. Tetapi sebagai kewang, semua orang punya tanggungjawab untuk menjaga lingkungan, tinggal bagaimana diberikan pemahaman.

“Bukan saja dia menjaga lingkungan, tetapi literasi dan permasalahan-permasalahan hukum, serta kebijakan-kebijakan pemerintah juga harus dipahami, karena dia tidak saja berhadapan dengan lingkungan secara alamiah, tetapi juga berhadapan dengan kebijakan-kebijakan, kemudian aturan-aturan lain,” terangnya.

Baca juga:

Sehingga yang menjadi bekal penting bagi kewang muda, kata dia, adalah punya literasi dan memahami sungguh tentang hukum dan hukum lingkungan.

“Pengetahuan literasi itu penting. Artinya bukan saja soal pengetahuan modern, tapi kearifan lokal sendiri mereka harus paham. Sebab biar bagaimana pun dia adalah penjaga hutan, penjaga lingkungan. Kalau dia tidak tahu tentang nanaku, tanoar, serta di mana batas-batas batu pamali yang tidak bisa disentuh, juga akan menjadi masalah bagi mereka,” terangnya.

Reny mengingatkan, menjaga lingkungan butuh literasi dan semua hal yang berkaitan dengan itu merupakan perpaduan antara persoalan adat dengan persoalan-persoalan modern, sehingga digitalisasi menjadi bagian dari pengembangan diri bagi para kewang muda ini sendiri.

“Jadi anak-anak muda ini mengkolaborasi antara persoalan adat yang diupdate secara digitalisasi dengan dunia modern,” imbuhnya.

Bagi Reny, semua orang ingin tahu informasi dan ketika kewang muda ini muncul, dia berpikir akang ada apresiasi yang luar biasa, walau pun nantinya ditata lagi.

“Jadi para kewang muda ini harus diupdate terus, karena dia akan menjadi virus kebaikan bagi orang lain,” pungkasnya.

Selain Reny, beberapa expert yang ikut berbagi pengetahuan pada Kelas Kewang Muda ini antara lain:
1) Rektor Univ. Hatta Sjahrir, M. Farid, bicara soal “Konteks keilmuan kelautan dan perikanan dan studi kasus di Banda
2) Kewang Haruku, Eliza Kisya: Pengertian, sejarah, Kenapa Kewang, Apa saja Tugas Kewang
3) Akamedisi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti Edy Ayal (video): Konservasi berdasarkan Data Ilmiah serta Peranan kewang dalam menjaga Sumber Daya di Pulau-Pulau Kecil
4) Aktivis lingkungan di Kepulauan Banda, Maga Ali: Perjuangan mengurus sampah di Banda
5) Aktivis Gerakan Save Ary, Mika Ganobal: Perjuangan menjaga hutan Aru
6). Nyelo (instruktur selam).(PM-03)

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button