14 Kunci Menjadi Editor
Kunci keduabelas adalah KESAMAAN frekuensi. Seorang editor sejatinya tak hanya berhadapan dengan teks yang disodorkan padanya. Sangat dianjurkan untuk dia bisa memasuki cara berpikir dan ruang batin orang yang punya buku, si penulis buku.
Dia perlu membangun kesamaan persepsi dengan penulisnya. Dia perlu mengatrol diri agar, paling tidak, setara dalam hal bacaan dengan penulis buku itu. Saya misalnya, ketika mengedit buku dan penulis bukunya menyebut dia membaca buku Stephen R. Covey, “The 7 Habits of Highly Effective People”, maka saya akan membaca buku itu pula. Meski tak harus tuntas. Paling tidak, saya paham mengapa dia menyukai gagasan tentang tujuh kebiasaan yang dikemukakan buku tersebut. Ketika penulis menyebut dia mendengarkan Kenny G, maka saya akan mendengarkan liukan bunyi saksofon musikus tersebut, sambil mengedit bukunya.
Kunci ketigabelas adalah KLIEN. Seorang editor merupakan pekerja profesional. Dia tahu kepada siapa produknya akan diberikan, yakni pemesan, dalam hal ini, penulis buku. Jadi, dia mesti fokus pada mitranya itu. Dengan catatan, tidak berarti dia manut saja. Tetap perlu ada diskusi, sharing, dan masukan.
Biar bagaimanapun, produk akhir dari buku itu juga merupakan karyanya. Apakah namanya sebagai editor terdapat di cover atau ngumpet di balik halaman, tetap dia juga menjadi bagian dari rasa memiliki buku itu. Diskusi di sini, termasuk tentang format bukunya seperti apa, gaya reportase, naratif/bercerita, tulisan ilmiah populer, atau bernuansa sastra. Kunci terakhir atau keempatbelas adalah KUALITAS produk. Demi menjaga kualitas pengeditan, saya menerapkan standard quality control, tentu dalam versi saya.
Editor itu seorang pekerja kreatif. Sehingga, jangan membayangkan bahwa dia akan melakukan pengeditan selalu berdasarkan urutan halaman. Jangan pula membayangkan waktu kerja seorang editor itu sama dengan jam pekerja kantoran. Saya pun demikian. Jurus mengedit itu tergantung situasi lapangan dan kondisi naskah. Itu terpulang pada gaya dan cara kerja editor bersangkutan. Pasti ada “bumbu rahasia”, yang setiap editor punya, biar gurih buku yang dihasilkan. Tidak heran bila ada yang menyebut editor itu serupa dengan seorang chef.(*)
Gowa, 24 September 2023
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi