Pendapat

14 Kunci Menjadi Editor 

Catatan Pengalaman Rusdin Tompo (Penulis, Editor, dan Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)


Editor itu mirip pencari bakat, ia bisa melihat naskah, (rancangan) judul tulisan, dan kisah menarik sebagai potensi untuk dibukukan. Tentu ia bekerja bukan berdasar intuisi semata, atau mengandalkan semacam penerawangan.

Bukan itu… bukan begitu. Sebab, yang dia hadapi adalah teks dan konteks dalam satu paket, yang dalam imajinasinya bisa punya kemanfaatan bagi orang lain. Karena kaya nilai pembelajaran, bisa menginspirasi dan memotivasi.

Bisa pula lantaran ada sejumput gagasan bernas di situ, yang dapat menambah referensi dan akan berkontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Kalau dari sisi industri, tentu perlu ditambah, syaratnya harus punya nilai jual: laku di pasaran!

Kembali ke soal editor, saya mau berbagi berdasarkan pengalaman saja, apa yang saya kerjakan beberapa tahun belakangan ini. Sebagai editor, saya menerima naskah dalam beragam tema dan bentuk. Temanya, bisa pendidikan, kepolisian, lingkungan, pemberdayaan masyarakat, difabel/disabilitas, perlindungan anak, komunikasi dan media massa, perpustakaan dan literasi, budaya, serta tema-tema lain di luar disiplin ilmu hukum saya.

editor
Ilustrasi wanita duduk membaca buku di perpustakaan.(Foto: Nicole Berro/www.pexels.com)

Bentuknya bisa berupa naskah yang hanya butuh finishing touch, naskah setengah jadi, atau naskah yang masih perlu dirakit di sana-sini. Apa pun tema dan bentuknya, menjadi tantangan bagi saya selaku editor untuk menggarapnya. Boleh dikata, tiada hari tanpa belajar bagi seorang editor. Saya justru banyak mendapat ilmu baru dari tulisan-tulisan dan buku-buku yang saya sunting.

Nah, sebelum saya mulai mematut diri di depan laptop, saya tentu membaca dahulu naskah atau dokumen yang akan diedit. Saya menyelami roh dari naskah yang ada, menemukan gagasan utamanya dan pesan yang mau disampaikan penulisnya.

Kadang dibaca secara cepat, mungkin dengan teknik skimming dan scanning, sebagaimana dimaksud Soedarso, dalam buku Speed Reading (2001). Secara sederhana, skimming itu cara membaca efisien, sedangkan scanning itu cepat menemukan informasi. Dari situ, sudah ada gambaran, dari mana saya akan memulai, dan bagaimana saya akan mengerjakannya.

Tentu saja, saya mesti membangun suasana yang nyaman untuk itu. Pikiran dan hati saya mesti selaras lebih dahulu. Itu sangat penting. Bagi saya, mood itu tidak datang sendiri tapi diciptakan.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button