Wapauwe, Masjid Tua Peninggalan Perdana Jamilu 15 Abad yang Lalu

Serah terima Aha Poput juga tidak dilakukan begitu saja. Namun, ada permintaan yang dilakukan oleh salah satu perwakilan yang keluar dari dalam kora-kora atau perahu, yang mana mengkisahkan perjalanan masyarakat Kaitetu yang awalnya bermukim di gunung dan turun ke pesisir pantai, kemudian mendayung menggunakan perahu ke tanjung Kaitetu untuk sama-sama dalam pengerjaan Masjid yang dibangun pada abad ke-15 itu.
Setelah menerima Aha Poput, masyarakat berjalan menuju lokasi Masjid untuk pemasangan atap pamali. Pelaksanaannya dilakukan oleh Raja Kaitetu dan tukang 12 (kasisi masjid).
Perjalanan menuju lokasi masjid diiringi tarian Cakalele yang dikawal dua orang kapitan yakni Kapitan Hatuwe dan Kapitan Laing dan nyai-nyai dari tiga soa yaitu Soa Lumaela, Hatuwe dan Nukuhaly.
Ritual adat pemasangan Aha Poput Masjid Tua Wapaue berlangsung sakral. Tak sedikit warga yang kemudian kerasukan tatkala mendengar suara tifa cakalele dan tahuli (terompet yang terbuat dari cangkang kerang).
“Katong (kita) bersyukur karena masih bisa ketemu ritual ini. Karena usia dari Aha Poput bisa bertahan puluhan hingga ratusan tahun. Kita tidak tahu bisa hidup sampai kapan. Inilah sejarah yang kita rawat untuk setiap generasi di Kaitetu,” kata Raja (Upulatu) Negeri Kaitetu, M. Armin Lumaela.
Ada perasaan emosi, sedih, campur aduk menjadi satu dari prosesi ritual adat ini. Tapi itulah yang harus dilakukan sebagai salah satu cara dalam merawat adat dan tradisi di Kaitetu.
“Meski pengerjaannya tidak sesempurna seperti awal Masjid ini dibangun, tapi kita mencoba untuk terus merawat tradisi ini untuk generasi penerus,” katanya.
Dirinya menyebut, pengerjaan Masjid Tua Wapauwe tidak hanya menjadi bagian dari masyarakat Kaitetu sendiri, tapi juga masyarakat adat lainnya di wilayah Leihitu, seperti Negeri Seith dan Negeri Lima.
“Tadi ada juga Upulatu (Raja) dari Negeri Seith dan Negeri Lima. Karena menurut catatan sejarah, kita tiga negeri ini bersaudara adik kakak. Ada juga dari saudara kita non muslim dari Hila Tanah Putih, yang datang membawa atap sebagai persembahan mereka ke Kaitetu,” tuturnya.
Upulatu Kaitetu itu mengaku sangat bersyukur, sebab kegiatan ritual adat berjalan aman dan lancar, mulai dari pembongkaran hingga penutupan atap masjid.
Masjid Tua Wapaue menjadi saksi sejarah penyebaran Islam di tanah Hitu. Keberadaannya menjadi penjaga waktu tak tergoyahkan. Menyimpan rahasia dalam setiap celah, dalam setiap jendela.
Tak jarang, banyak wisatawan asing yang datang mengunjunginya. Mereka kagum akan kisah Masjid yang dibangun tanpa pasak atau paku dan pindah secara gaib menurut lisan masyarakat setempat. (SAH)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DIĀ GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi