Walang Agribisnis, Tempat Transaksi Komoditi Buah di Negeri Allang
Oleh: Natelda R. Timisela, Ester D. Leatemia, Johanna M. Luhukay, Septianti P. Palembang, August E. Pattiselanno, Zakarias F.M. Hukom, Simson Liubana, Esther D. Masauna (Staf Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon)
Pembentukan walang agribisnis (WA) atau bahasa kerennya Sub Terminal Agribisnis (STA) di tingkat petani sebagai sebuah wadah yang sangat tepat…
Petani sebagai pelaku pemasaran, merupakan bagian dari agri supply chain. Maka petani harus memiliki keterkaitan dengan pelaku pasar lainnya. Selama petani bergerak secara individu, ia akan sulit memposisikan dirinya di pasar, dan tidak memiliki bargaining position untuk mampu memperjuangkan hasil outputnya.
Pembentukan walang agribisnis (WA) atau bahasa kerennya Sub Terminal Agribisnis (STA) di tingkat petani sebagai sebuah wadah yang sangat tepat, dalam konteks sistem agri supply chain, yang dapat membentuk value chain ditunjang kompetensi yang kuat dari petani. Ini memberikan kontribusi pada kesejahteraan petani.
Sub Terminal Agribisnis (STA), menurut konsep yang dibakukan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000), merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian, dan sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis.
STA sebagai suatu infrastruktur pasar, tidak saja merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribisnis. Seperti sarana dan prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pamer (operation room), transportasi dan pelatihan. Selain itu, STA sekaligus merupakan tempat berkomunikasi dan saling tukar informasi bagi para pelaku agribisnis.
Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000), STA merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market). STA diharapkan berfungsi pula untuk pembinaan peningkatan mutu produksi sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi dan tempat latihan atau magang dalam upaya pengembagan peningkatan sumberdaya manusia.
Ketersediaan walang agribisnis sebagai pasar di tingkat petani, merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pemasaran di sentra produksi. Model walang agribisnis dengan pendekatan ekonomi kelembagaan yaitu Struktur – Perilaku – Kinerja (Structure – Conduct – Performance). Dengan menggunakan pendekatan tersebut berbagai penyebab ketidak-sempurnaan pasar dapat dipetakan.
Hubungan Struktur – Perilaku – Kinerja dirumuskan sebagai berikut: struktur dianggap akan menentukan perilaku, dan perilaku akan mempengaruhi kinerja, akhirnya kinerja akan mempengaruhi kondisi struktur kelembagaan ekonomi yang bersangkutan (Cook, 1995; Schmid, 1987 dalam Krisnamurthi, 1998).
Pengembangan walang agribisnis di Negeri Allang sebagai tempat pertemuan para penggiat pasar mulai dari petani sebagai penyedia/pemasok hasil panen dan pedagang sebagai pelaku yang yang menduduki pasar untuk memasarkan hasil panen petani. Berbagai komoditas pertanian yang dihasilkan petani tersedia di dalam dusung. Dusung sebagai suatu sistem sosial yang merupakan kearifan lokal pulau-pulau kecil di Kepulauan Maluku.
Terbentuknya agroforestri dusung, merupakan warisan yang ditinggalkan leluhur kepada anak cucu, berupa tanaman berkayu (pohon), tanaman buah-buahan, tanaman sagu, tanaman perkebunan, tanaman rempah ataupun tanaman obat-obatan.
Dusung memiliki produksi tinggi disebabkan areal dusungnya lebih luas dengan jumlah tanaman persatuan luas yang lebih banyak dibandingkan dengan dusung yang sempit. Dusung yang memiliki produksi rendah berasal dari petani dengan luas areal 0,5 ha dan pemeliharaan tanaman yang belum optimal.
Kaitannya dengan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dan pengelolaan sumberdaya pertanian, maka dusung dijadikan sebagai sumber peningkatan pendapatan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan pertanian. Setiap matarumah mempunyai keberadaan dusung.
Kepemilikan dusung diatur secara turun-temurun, dengan batas petuanan yang jelas untuk tiap marga baik berupa batas alam atau batas yang ditandai dengan menanam tanaman penyangga yang mudah dikenal sebagai pembatas antar luas kepemilikan lahan, baik dusung yang dimiliki perseorangan atau marga (keluarga).
Setiap petani memanen hasil tatanaman secara kekeluargaan yang berada dalam dusung. Hasil panen tersebut ada yang dijual sendiri langsung ke pasar atau ditampung pada walang agribisnis. Ketersediaan walang agribisnis di Negeri Allang sangat membantu petani dan pelaku pasar lainnya untuk saling bertukar informasi, bertransaksi dan berkomunikasi untuk pemasaran hasil-hasil pertanian.
Beberapa jenis komoditi yang menjadi primadona di Negeri Allang yaitu durian, langsa, duku, manggis, rambutan dan gandaria. Pada saat musim panen tiba, para pedagang akan memadatai lokasi WA untuk bertransaksi hasil panen. Infrasturktur jalan menuju walang agribisnis cukup baik karena merupakan jalan usahatani bagi semua masyarakat tani Negeri Allang.
Biasanya para pedagang menggunakan motor atau mobil ke lokasi walang agribisnis untuk membeli hasil panen petani. Harga jual hasil panen di lokasi WA pada saat musim panen besar sangat murah seperti langsa Rp. 50.000/karung; duku Rp. 100.000/karung, durian Rp. 100.000/karung (10-15 buah), manggis Rp. 100.000/karung, gandaria Rp. 50.000/karung dan sebagainya.
Para pedagang akan berjibaku mencari petani mitra yang sudah berlangganan untuk memborong semua hasil panen petani. Kondisi ini biasanya berlangsung ± 2-3 bulan pada saat terjadi musim panen besar tiba. Pemerintah desa sangat mendukung ketersediaan walang agribisnis sebagai sarana untuk memasarkan hasil panen masyarakat Negeri Allang.
Namun sayangnya semua tanaman yang menghasilkan income terbesar seperti buah-buahan belum bisa tersedia secara kontinu dan berkelanjutan di Negeri Allang. Hanya tersedia pada saat musim panen besar. Oleh sebab itu sangat diharapkan adanya perhatian semua pihak untuk mencari solusi terbaik supaya hasil panen petani dapat tersedia setiap saat, karena permintaan pasar terhadap hasil panen buahan dari Negeri Allang sangat tinggi.
Konsumen akhir sering bertanya kepada setiap pedagang di pasar yang menjual durian, langsa ataupun duku: “buahan ini dari mana? Dijawab pedagang dari Allang”. Padahal musim panen di Negeri Allang telah habis. Pertanyaan saya: “Kenapa nama Negeri Allang selalu dikaitkan dengan sumber buah-buahan tersebut”?(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi