Kutikata

Wakar

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Eltom)Pemerhati Sosial


Wakar” merupakan satu istilah dalam Melayu Ambon yang dikenakan kepada seseorang di dalam satu kelompok yang memiliki kedudukan atau peran lebih dari yang lain.

Semisal dalam satu kelompok anak-anak yang bermain “prang-prang” (=perang-perangan), ada “kapala wakar” (=semacam komendan regu) yang memimpin dan mengatur strategi pasukan. Biasanya ditunjuk menggunakan beberapa ukuran seperti: ukuran usia, “jadi kamuka” (=usia lebih tinggi/lahir lebih duluan dari lainnya); ukuran kelas di sekolah, “su klas 5” (=sudah kelas 5 ~ kelasnya di sekolah lebih tinggi dari lainnya); ukuran tinggi badan, “baku ukur sapa tinggi” (=berdiri sambil membandingkan tinggi badan), dan lain sebagainya.

Cara menentukan “kapala wakar” seperti ini cukup sederhana, namun di situ kita belajar mengakui “sapa yang lebe” (=siapa yang punya kelebihan). Malah bila ada yang sama, “suten” (=suit, suwit), “sapa menang dia jadi” (=siapa menang dia yang menjadi “kapala wakar”).

Baca Juga: Sepe-sepe

Di dalam satu kelas pun ada yang “kapala wakar”. Ini bisa dalam beberapa aspek. “Kapala wakar” yang menunjuk pada anak yang “pintar apa lai/pintar pung nene moyang paskali” (=sangat pandai). Dan ini merupakan penilaian guru, teman sekelas atau juga “satu skolah tau” (=satu sekolah mengetahuinya). Ada juga yang “kapala wakar baribot” (=jago ribut dalam kelas), “tar tado” (=tidak bisa diam), “isi badang bagara” (=hyper-aktif), “biji ruku paskali” (=tidak bisa diatur).

Dalam urusan-urusan umum dalam negeri, ada yang “wakar” dalam hal “maso minta bini” (=juru bicara dalam meminang istri). Ini selalu jadi ukuran karena acara meminang membutuhkan peran orang yang “kop mata-mata rumah deng teung” (=menguasai nama mata-rumah dan tempat pamali), sebab “salah ucap, dapa skrobi pulang baru bale ulang” (=salah dalam penyampaian, bisa diusir pulang baru kembali lagi lain waktu). Dan bila itu terjadi “biking malu-malu” (=memalukan).

Ada pula yang “wakar” dalam urusan “biking rumah” (=membangun rumah) artinya sebagai tukang yang handal. Posisi kepala tukang itu biasa “wakar“, dan hal itu diakui “sa kampong” (=semua orang sekampung).

Dalam rapat-rapat, ada yang “wakar” dalam hal berbicara. “Kalu antua su bicara samua tutu mulu, jarong jatuh jua dengar” (=bila beliau sudah berbicara semuanya tenang, bunyi jarum yang jatuh pun kedengaran). Orang yang “wakar” dalam hal ini “bilang apapa orang dengar” (=apa pun diucapkannya didengar semua orang), “hokmat kuat” (=bicaranya tegas, penuh wibawa) sehingga “bilang apa sa orang iko/biking” (=apa yang dibilang dituruti semua orang).

Di lao, dia wakar” (=di lautan, dia jagonya). “Rekeng omba jago” (=pandai menghitung keadaan ombak), “bawa jomson jago” (=pandai kemudikan longboat/jolor/ketinting), “lucu-lucu omba sa” (=seperti sedang berselancar).

Kapala wakar batembak” (=hebat dalam urusan berburu) di hutan, sehingga “orang pi pulang kosong mar dia pi pulang ada sa” (=orang lain berburu bisa pulang tanpa membawa apa-apa tetapi dia selalu membawa hasil). Keahliannya “macang dia su ciong-ciong akang sa” (=seperti dia sudah mengetahui keberadaan buruannya).

Wakar“, kelebihan seseorang itu diakui karena ia berperan penting “par biking apapa” (=untuk melakukan sesuatu) dalam suatu urusan tertentu.

Sabtu, 29 Mei 2021
Dobo, Kepulauan Aru ~ persiapan menuju Erersin, Aru Selatan


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button