potretmaluku.id – Penyelenggaraan Sidang Majelis Sinode Am (SMSA) Gereja Protestan Indonesia (GPI), di Kota Ambon, yang berakhir pada Selasa (22/11) melahirkan sejumlah seruan yang ditujukan kepada pemerintah maupun warga gereja.
Seruan itu, diantaranya mendorong pemulihan ekonomi bangsa dan negara, penanganan konflik serta penanganan korban bencana alam gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat pada 21 November 2022.
Sidang Majelis Sinode Am yang dihadiri oleh 10 dari 12 Gereja Bagian Mandiri (GBM) sebagai bagian utuh dari GPI dan berlangsung dalam tuntunan Tema: “Tuhan Adalah Yang Awal dan Yang Akhir” menghasilkan Pesan SMSA 2022 yang berisi delapan butir seruan.
Pesan SMSA yang ditandatangani Majelis Ketua Pendeta S. Sambow, Pendeta B. Lewier dan Pendeta H.R. Tupan itu menyatakan bersyukur tahun dapat menyelenggarakan SMSA secara langsung, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada Sidang Sinode Am yang juga tertunda akibat pendemi Covid-19. Sebagai gereja, GPI turut mendoakan upaya penanggulangan Covid-19 terus digalakan pemerintah Indonesia, dan terus mendukung upaya tersebut dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Pendemi telah berdampak luas dalam masyarakat, karena itu keterlibatan gereja-gereja bersama stakeholders masyarakat sipil lainnya perlu diperkuat. GPI juga berharap situasi akan berangsur pulih menuju endemi dan keadaan yang makin membaik.
Delapan butir seruan yang dikeluarkan yakni pertama mendorong gereja-gereja di Indonesia untuk terus berupaya bersama pemerintah, lembaga oikumene lainnya dan masyarakat sipil di tengah bangsa ini, untuk dapat melakukan berbagai langkah strategis, guna menanggapi krisis multi dimensi yang mengancam kedepan.
Untuk itu aktivitas-aktivitas ekonomi dapat dijalankan secara masif di setiap keluarga pada semua GBM dengan mengedepankan usaha-usaha produktif yang ramah lingkungan atau berbasis pada potensi lokal setempat.
Kedua menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk dapat melakukan kebijakan pembangunan dalam rangka mengatasi kondisi krisis multi dimensi yang mengancam kehidupan sosial, ekonomi dan politik kebangsaan. Mendorong sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indoensia.
Menegakan keadilan agraria bagi masyarakat adat, mencegah segala bentuk kekerasan terutama kelompok rentan (perempuan dan anak), juga masalah pengungsi di Papua dan wilayah konflik lainnya. Sikap tegas pemerintah menjamin keadilan menjadi edukasi yang penting untuk menumbuhkan rasa percaya masyarakat kepada negara/pemerintah, sekaligus berkontribusi langsung bagi penguatan nasionalisme sebagai pilar untuk memperkuat keutuhan bangsa dan negara.
Ketiga, mengapresiasi upaya mediasi yang dilakukan pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) dalam rangka pemulihan konflik dan pengembalian pengungsi Kariu, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah dan penyelesaian konflik lokal di Elat, Kabupaten Maluku Tenggara. GPI terus mendorong Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia untuk dapat berperan secara maksimal mengatasi konflik dengan mendorong langkah-langkah preventif secara maksimal serta penegakan hukum dan berdoa agar konflik berskala masif tidak lagi terjadi di Indonesia.
Keempat, terkait bencana gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jabar pada 21 November 2022, serta rasa sepenanggungan dengan para korban, maka GPI menyerukan kepada semua warga gereja di semua GBM untuk mendoakan penderitaan saudara-saudara yang tertimpa bencana itu dan menggalakan diakonia gereja (transformatif maupun karikatif) untuk membantu meringankan beban mereka di sana, sambil berdoa agar program pemulihan dapat segera dikerjakan.
Kelima, disrupsi teknologi telah menjadi bagian dari realitas sosial dan bergereja di era post-truth dewasa ini, di mana tanpa disadari masyarakat lebih cepat mengikuti kebenaran manipulatif yang tersebar melalui jaringan media sosial, serta menjadikan hoax sebagai suatu kebenaran tanpa ada filterisasi yang lebih cermat. Untuk itu kami berpesan agar kita menguji segala sesuatu sesuai dengan karunia Roh Kudus, dan menumbuhkan perilaku bermedia sosial secara beretika dan bermoral.
Keenam, perubahan iklim sebagai bentuk krisis ekologis telah dirasakan dalam beragam bentuknya, dan dunia sudah menerima dampak langsung dari krisis ekologis itu, sehingga diperlukan usaha untuk memulihkan ketangguhan lingkungan melalui usaha-usaha konservasi secara massal. “Untuk itu kami mendorong setiap GBM untuk mendorong program-program pemulihan dan pelestarian ekosistem di darat maupun lautan demi kemaslahatan dan masa depan bumi. Agar setiap GBM juga memberi perhatian pada penanggulangan krisis yang diakibatkan oleh konsumsi narkoba, dan dampak ikutan kemiskinan seperti stunting dan kejadian luar biasa Kesehatan yang kerap terjadi di kantong-kantong kemiskinan.
ketujuh, mendorong masyarakat terus membangun persaudaraan sesama anak bangsa dan solidaritas kemanusiaan untuk menciptakan kondisi tentram bagi jalannya pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu, memasuki tahun politik dengan arus politisasi identitas yang kuat, GBM-GBM perlu melakukan upaya edukasi politik dan mempersiapkan dengan baik warganya untuk ikut dalam pembangunan politik yang bermartabat, guna membentuk pemerintahan yang berwibawa dan demokratis.
Delapan sebagai gereja orang basudara, GPI terus mendorong GBM-GBM tanpa terkecuali untuk semakin dapat terbuka membangun persaudaraan dalam payung GPI yang mempersatukan untuk dapat berjejaring secara maksimal dalam kerjasama oikumenis menghadapi tatangan sosial masyarakat. Persaudaraan oikumene itu membuat gereja mampu berperan aktif dalam menghadapi berbagai krisis yang mendera.(TIA)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi