Buru

Penobatan Raja Petuanan Adat Kaiely Buru, Ditolak Soar Pito Soar Pa

potretmaluku.id – Pemangku dan juga para tokoh adat dataran tinggi dan dataran rendah Soar Pito Soar Pa Petuanan Adat Kaiely, di Pulau Buru, Provinsi Maluku, secara tegas menolak penobatan Fandi Ashari Wael sebagai Raja Petuanan Adat Kaiely menggantikan ayahnya almarhum M. Fuad Wael, yang meninggal dunia pada 2015 lalu.

Para tokoh adat tersebut tetap mengakui Abdullah Wael sebagai Raja Petuanan Adat Kaiely, yang menurut mereka sah secara aturan hukum adat, yang berlaku di Pulau Buru.

Dalam jumpa pers yang berlangsung di Simpang Lima, Kota Namlea, Pulau Buru, Senin (20/3/2023) sore, pemangku adat Soar Pito Soar Pa menyatakan dengan tegas hanya mengakui Abdullah Wael sebagai raja yang sah.

Sami Latbual sebagai juru bicara Petuanan Adat Kaiely mengatakan, pengenalan Fandi Ashari Wael sebagai Raja yang berlangsung di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolongquba, merupakan sebuah kegelisahan bagi masyarakat adat.

Sebagai anak adat yang juga bagian dari Noro Pito dan Noro Pa, dirinya menilai acara “mamtawa jou Fandi Ashari Wael fehut” pada Sabtu lalu, itu adalah cara-cara yang tidak benar dengan persekutuan hukum adat di Buru.

Latbual menegaskan bahwa pada 2016 lalu, telah dikukuhkan dan dilantik Abdullah Wael, sebagai Raja Petuanan Adat Kaiely dan prosesinya sesuai mekanisme dan tatanan adat yang sah.

Sementara Abdullah Wael yang memilih pensiun kemudian dikukuhkan menjadi Raja Petuanan Adat Kaiely, setelah wafat saudara sepupunya almarhum M. Fuad Wael, lanjut Latbual, secara perspektif menurut hukum adat Buru, telah memenuhi seluruh unsur untuk dikatakan sebagai raja yang sah.

Karena sistem dan mekanisme pengangkatan raja saat itu, kata dia, telah dilakukan dari tujuh tempat musyawarah (Titar Pito), kemudian dilanjutkan ke Kotbesi berlanjut sampai di Kaiely hingga selesai.

“Termasuk dihantarkan ke Hinolong Baman. Kemudian dinobatkan sebagai Raja yang sah,” tegas Latbual.

Petuanan Adat Kaiely

Ia katakan dengan begitu prosesi pengangkatan raja di 2016, Abdullah Wael juga turut diantarkan orang-orang yang membuat onar dengan peristiwa pengenalan Fandi sebagai raja yang baru.

Raja Petuanan Adat Kayeli yang Sah

Latbual juga menuding Kaksodin Ali Wael yang juga di 2016 lalu, turut mengantar Abdullah Wael ke Hinolong Baman sebagai raja Petuanan Adat Kayeli yang sah.

“Seiring waktu berjalan, tidak ada hujan, tidak ada badai, Ali Wael melakukan prosesi terhadap adik kami Fandi. Ini yang menurut kami bertentangan dengan hukum-hukum adat, pelantikan raja di atas raja,” tegas Latbual, sembari menjelaskan kenapa dirinya menyebut adiknya Ali Wael, adalah bagian dari orang-orang yang membuat onar itu.

Latbual menambahkan, bahwa dalam pengenalan Fandi Ashari Wael sebagai raja, balsa dilakukan bila raja lama berhalangan tetap (meninggal dunia), atau mengundurkan diri karena sesuatu sebab.

Dengan begitu, tambah dia, bila mereka baru mengatakan pengangkatan Raja Abdullah Wael pada 2016 lalu tidak sesuai ketentuan, maka dirinya balik bertanya tidak sesuai ketentuan yang mana.

Sami Latbual, justru sebaliknya mempertanyakan, kalau apa yang Ali Wael dan kawan-kawan lakukan dengan mengenalkan Fandi sebagai raja yang telah menyalahi ketentuan hukum adat.

Mantan anggota DPRD Buru Selatan ini, juga menyoroti tempat prosesi mamtawa saja salah, sebab dalam sejarah belum pernah prosesi memperkenalkan Fandi Wael sebagai raja itu di Wapsalit.

Penyesalan yang kedua, lanjut dia, diduga ada intervensi pihak tertentu yang ikut masuk ke ranah dan wilayah adat ini, seraya ia menyebut keterlibatan pemerintah.

Yang semestinya, tugas dan tanggung jawab pemerintah adalah merawat dan menjaga serta serta melestarikan adat dan budaya di suatu daerah.(ARA)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Kue/Cookies Enak Berkualitas dari Inggrid Bakery & Pastry

Berita Serupa

Back to top button