Menghidupkan Idiom Lokal Lewat Fashion: Kisah Ghetto Merch, Brand Unik dari Kota Ambon

DI tengah geliat industri kreatif di Maluku, khususnya Kota Ambon, ada satu nama yang berhasil mencuri perhatian: Ghetto Merch. Brand ini bukan sekadar lini fashion biasa, tapi juga sebuah medium untuk menjaga budaya lewat desain yang khas dan penuh makna.
Didirikan pada 2018, Ghetto Merch tetap eksis hingga kini, berkat kombinasi antara kreativitas, identitas lokal, dan semangat tanpa henti dari sosok di baliknya, Grizzly Cluive.
Saat berbincang dengan Grizzly, kita bisa melihat bahwa Ghetto Merch lebih dari sekadar bisnis. “Dari awal, beta yang desain semuanya,” kata Grizzly, dengan nada bangga.
Melalui Ghetto Merch, ia tak hanya berjualan pakaian, tetapi juga mengangkat kembali bahasa dan idiom Ambon yang mulai dilupakan generasi muda.
Awal Mula Ghetto Merch: Bermula dari Kata-Kata
Pada 2018, Ghetto Merch meluncurkan desain pertama mereka yang bertuliskan Sapa Kanapa Sapa. “Beta sengaja pilih kata-kata dari bahasa Ambon tua yang mungkin sekarang jarang didengar,” ujar Grizzly.

Salah satu desain lain yang cukup populer adalah Kalo Mabo Jang Bodo, Kalo Bodo Jang Mabo. Sebuah idiom lokal yang terdengar sederhana, tetapi kaya makna.
“Desain beta kebanyakan main di kata-kata, karena lewat itu beta mau menghidupkan lagi bahasa dan budaya lokal,” tambahnya. Selain tulisan, ada juga desain visual, tapi tetap, yang menjadi ciri khas utama adalah permainan diksi dan font yang unik.
Produksi dengan Sentuhan Lokal dan Nasional
Menariknya, meskipun Ghetto Merch berasal dari Ambon, proses produksinya dilakukan di Bandung dan Yogyakarta. Dalam setahun, brand ini bisa memproduksi 2 hingga 4 kali, tergantung kebutuhan.
“Setiap tahun pasti produksi. Kalau ada event, katong biasanya produksi lebih banyak. Di tahun 2024 kemarin, katong produksi sampai 4 kali, dengan jumlah 400–700 pcs setiap kali produksi. Pasti habis, apalagi kalau ada event besar seperti Rabu-Rabu Market,” ungkap Grizzly.
Pada acara Rabu-Rabu Market Desember lalu, meski booth mereka terlihat sepi, penjualan justru meledak. “Banyak artikel yang langsung sold out. Katong seng bisa puas hanya lihat keramaian, karena hasil nyata ada di daftar penjualan,” katanya sambil tersenyum.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi