Kutikata

Jang Haga-haga La Batingkah

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Eltom)Pemerhati Sosial


Dolo beta pung papa manyanyi buju beta tidor, pas ada deng saki banya” (=dulu, papa saya menyanyi untuk menidurkan saya saat saya sedang sakit), syair lagunya begini:

“Astaganaga hidup di dunia, kalau haga-haga celaka jadinya, sebabnya itu pikir baik-baik, agar jalan hidupmu jadilah baik. Pikir itu p’lita hati, s’bagai t’rang kehidupan, bila pikir itu mati, hidup tak berpatutan. Banyak orang tak senang, tak sentosa hidupnya, karena tidaklah senang, pakai pikir itulah”.

Jang haga-haga” (=jangan coba-coba) merupakan nasehat agar jangan suka melakukan hal yang “tar manir” (=tidak sopan) atau “tar dengar-dengaran” (=tidak dengar-dengaran). Biasanya nasehat ini diberi karena orang yang dinasehati itu “kapala batu biji ruku paskali” (=keras kepala sekali). “Su tagor mar macang dia baterek terus” (=sudah ditegur tetapi yang bersangkutan seperti mempermainkan kita).

Biasanya yang suka “haga-haga” itu “tatumbu susah mar tar tobat-tobat” (=berhadapan dengan kesusahan tetapi tidak mau berubah). Malah mereka cenderung “berbuat lebe paskali” (=melakukan kesalahan terus-menerus).

Bahkan ada yang menganggap “beta su par bagini sudah nih” (=saya sudah seperti begini), jadi “mangkali sampe Tuhan datang baru tobat kapa” (=mungkin saat kedatangan Tuhan baru bertobat).

Sifat ini harus diubah, bila “mau sentosa hidop” (=senang dalam hidup) karena “kalu haga-haga cari perkara terus, orang lari kas tinggal” (=bila terus mau mencari perkara/masalah dengan orang lain, akan ditinggalkan).

Ada pula nasehat supaya “jang haga-haga deng Tuhan” (=jangan mempermainkan Tuhan), memang “Tuhan seng marah. Antua kuti talingang sa” (=Tuhan tidak marah, hanya jentik telinga saja). Ini nasehat agar kita tidak “biking Tuhan sama anana alus-alus” (=menganggap Tuhan seperti anak kecil) yang bisa dipermainkan. Jika itu terjadi, kepada mereka diingatkan “jang sampe manyasal tujuh turunan” (=jangan sampai menyesal tujuh keturunan).

Baca Juga: Wakar

Orang yang suka “haga-haga” itu juga “batingkah banya” (=banyak bertingkah). “Tempo-tempo bae, mar tar lama lai batingkah kumbali” (=sesaat saja baik, kemudian bertingkah lagi). Jadi “dia pung bae deng tarbae sama” (=kebaikan dan keburukannya sama; artinya sifatnya tidak stabil dan tidak bisa dipegang).

Kadang terhadap orang seperti itu pun kita dinasehati “jang haga-haga deng dia” (=jangan mencari masalah dengannya). Bukan karena “takotang” (=takut) melainkan agar “jang ilang hormat” (=jangan hilang kehormatan) sebab orang “seng ada hal sa dia cari hal kong ada lai” (=tidak ada masalah dia cari masalah apalagi bila ada masalah).

Namun, kita juga sering dinasehati “jang haga-haga” dengan orang yang “tado-tado” (=pendiam) lalu mengira “bisa biking dia iko suka” (=bisa mempermainkannya sesuka hati kita). Intinya: “jang haga-haga; hidop nih biasa-biasa sa“.

Selamat maso Bulang Anam (Selamat memasuki bulan Juni)

Selasa, 1 Juni 2021
Perjalanan laut Erersin, singgah Benjina, la mau tarus ka Dobo

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button