Pendapat

Catatan Sepanjang Jalan: Identitas dan Sejarah Kota

PENDAPAT

Demi penataan kota yang lebih teratur, Walikota Makassar, H. Muhammad Daeng Patompo (1967-1978), membuat nama jalan atas 17 (tujuh belas) kelompok nama, mulai dari nama bunga-bungaan/tumbuhan, unggas, ikan, pulau-pulau hingga nama-nama pahlawan. Walikota visioner itu juga membuat nama-nama jalan dengan menggunakan istilah bahasa daerah yang memiliki makna positif, seperti Jl. Baji Ati, Jl. Baji Areng, Jl. Baji Dakka, Jl. Baji Gau, dan lain-lain.

Pada era walikota-walikota Makassar selanjutnya juga ada pergantian nama jalan. Misalnya, pada masa pemerintahan Ilham Arief Sirajuddin, nama Jl. Racing Center berganti menjadi Jl. Prof. Dr. Basalamah. Dinamakan Jl. Racing Center, karena pada tahun 1983, di kawasan ini dibangun arena balapan go kart pertama di timur Indonesia. Perubahan ini merujuk pada Keputusan DPRD Kota Makassar No.16/XII/2006. Penggantian nama jalan tersebut, menurut Prof. Mansyur Ramly, untuk mengenang jasa mendiang mantan Ketua Yayasan Badan Wakaf dan Rektor UMI, Prof Basalamah. Basamalah termasuk inisiator yang membuka kawasan rawa di kampung Karampuang, Kecamatan Panakkukang, untuk membangun Kompleks Perumahan Dosen UMI (www.makassar. tribunnews.com).

Perubahan terhadap nama jalan, juga harus ditempuh lantaran beban stigma sosial yang ditanggung berkaitan dengan praktik tercela yang terjadi di kawasan itu. Seperti rencana Walikota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, yang hendak mengganti nama Jl. Nusantara dengan nama yang dinilai bisa mengubah imej atas kawasan lampu merah tersebut. Maklum, Jl. Nusantara punya konotasi dan reputasi sebagai kawasan prostitusi. Sehingga, area di bibir pelabuhan laut Soekarno-Hatta ini akan disulap menjadi pusat wisata kuliner.

Jalan menunjukkan kelas sosial, menunjukkan siapa yang menetap di sana. Kita bisa menerka apakah seseorang berasal dari daerah pinggiran atau permukiman elite dari alamat rumah yang disebutnya. Jika seseorang menunjuk alamat rumahnya di jalan-jalan dalam kawasan Panakkukang Mas, tahulah kita seperti apa kelas sosialnya.

Dari nama-nama jalan itu pula, kita bisa melacak pekerjaan dan aktivitasnya. Apakah ia pegawai kantoran dengan seragam PNS, atau pegawai swasta dan sekadar “maaf” pekerja kasar. Jika Anda tinggal di Makassar, Anda tentu mengenal kawasan perkantoran dan kawasan perdagangan bahan bangunan.

Maka perlu penataan yang lebih tertib terhadap nama-nama jalan itu di Kota Makassar. Cara penulisan yang benar dan lengkap, sebagaimana seharusnya. Apalagi jika itu terkait nama orang, yang kita kenal sebagai pahlawan, yang punya bobot ketokohan. Penataan yang tertib bukan hanya berkaitan dengan aspek administrasi dan estetika kota tapi juga akan memudahkan pencarian alamat.

Orang-orang yang mengunjungi suatu kota, terutama mereka yang datang sebagai wisatawan, akan sangat terbantukan jika jalan-jalan ditata apik. Tertib penulisan nama jalan, mesti dibarengi dengan pemberian pengetahun yang memadai terkait nama-nama itu.

Dan itu, bisa dilakukan melalui pendokumentasian oleh mereka yang bertugas di bagian arsip agar setiap orang sadar terdapat catatan-catatan penting di balik suatu nama jalan. Hal ini penting segera dilakukan agar kita tidak dicap sebagai bangsa dengan ingatan yang pendek. (*)

*) Tulisan ini merupakan kata pengantar pada buku “PLANG: Cerita di Balik Nama Jalan di Makassar” karya Muhammad Nasrul (MediaQita Foundation, 2018)

IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rusdin Tompo
Penulis, Rusdin Tompo.(Foto: Dokumentasi Pribadi)

Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Previous page 1 2 3

Berita Serupa

Back to top button