![Bajalang Babae 1 WhatsApp Image 2021 04 19 at 06.33.18](https://potretmaluku.id/wp-content/uploads/2021/04/WhatsApp-Image-2021-04-19-at-06.33.18-780x470.jpeg)
Oleh: Eltom (Pemerhatis Sosial)
“Pengajarang par bae-bae/babae” (=ajaran hidup baik/kehati-hatian) menjadi bukti bahwa hidup ini semata-mata “laeng musti lia laeng” (=saling memperhatikan) dan dalam hal itu “laeng musti kasih inga laeng” (=saling mengingatkan) karena “laeng musti jaga laeng” (=saling menjaga).
“Karja babae e” merupakan ajaran agar kita harus bekerja dengan baik dan kerja dengan hati-hati. Karena konteks kita adalah “mancari di kabong/dusung/ewang dan lao” (=kerja di kebun/dusun/hutan dan laut) maka ajaran itu berguna untuk “jang calaka” (=hindari kecelakaan saat bekerja). Sebab itu “lia tanoar” (=perhatikan tanda/cuaca) atau “lia jalang” (=perhatikan kondisi jalan) menjadi kalimat-kalimat penyerta sebab bisa saja karena “ada anging basar” (=ada angin) yang berpotensi pada ombak atau “jalang licing, baru abis ujang sadiki tadi” (=kondisi jalanan licin karena hujan baru berhenti). Bila anak “teken soldadu” (=menjadi tentara/polisi), ajaran “karja babae” juga tujuannya sama mengingat tantangan pekerjaan yang tidak ringan. Sama pula kalu anak jadi “ambtenar” (=pegawai).
Dalam masa saat ini, ketika jenis pekerjaan sudah banyak, ajaran “karja babae” bertujuan supaya kita bekerja profesional dan taat aturan.
“Karja babae” artinya ciptakan lingkungan kerja yang baik, “laeng hormat laeng dan laeng topang laeng” (=saling menghormati dan menopang), tagal “seng bisa karja sandiri, musti masohi/maren” (=tidak bisa kerja sendiri, harus bersama-sama).
Ajaran yang serupa dengan itu ialah “bajalang babae” (=perhatikan jalanmu/hati-hati saat berjalan). Makna langsungnya bersumber dari konteks pekebun dan saat menyeberangi laut. Sebab yang harus dihindari ialah “jang tasonto; jang talucu” (=jangan terantuk; jangan terpeleset) sebab ada resiko yang bisa saja terjadi seperti “kuku kaki tarangka” (=luka parah pada kuku kaki) atau “kaki tabale” (=kaki keseleo) dan kondisi itu membuat perjalanan tertunda dan anda sakit sehingga “tar bisa biking apapa” (=tidak dapat beraktifitas/bekerja) karena “dudu tampa/seng turun tampa lai” (=duduk atau tidur-tiduran saja).
Adakalanya pesan ini pun disampaikaan karena kondisi tertentu seseorang harus lakukan perjalanan di malam hari ke tempat tertentu, atau pulang bertamu.
Ada pula pesan “hidop babae e” (=hidup baik-baik), “laeng sayang laeng” (=saling menyayangi). Ini sering jadi nasehat untuk adik-kakak, “ya memang piring jua bisa tatoki, mar musti tetap hidop bae-bae te” (=hidup ini pasti ada benturan tapi harus saling menyayangi). Ini pun jadi nasehat bagi rumah tangga baru, agar “jaga hidop laki-bini” (=menjaga hidup suami-istri) supaya jangan “balong par apapa lai su hal” (=baru seumur jagung sudah bermasalah).
Pesan-pesan ini “musti simpang di otak” (=disimpan diotak) supaya menjadi pengetahuan. Karena “kalu mau pande, skola, mar kalu mau hidop bae, dengar-dengarang” (=kalau mau pandai, sekolah, tetapi kalau mau hidup baik, dengar-dengaran/turuti nasehat orangtua). Itu “ilmu hidop“. Seperti, “kalu su lapar, pi makang, jang tinggal deng poro kosong, nanti anging dudu la ulu hati saki” (=kalau lapar, makan, karena bisa maag). “Kalu manganto, maso tidor, jang tando meja/tasungsang la buf” (=bila kantuk, pergilah tidur, jangan sampai menanduk meja di depan/terjatuh dari tempat duduk).
Masih banyak “pengajarang par bae-bae” lagi. Semuanya lahir dari “rasa sayang, par dong pung hari eso” (=rasa sayang demi masa depan anak/saudara).
Senin, 19 April 2021
Pastori Jemaat GPM Ad, Kei Besar
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi