
Menariknya ada Suku Noaulu –suku terpencil di Pulau Seram, atau Nusa Ina (Pulau Ibu) di Maluku– dalam video klip yang dibuat Satu Garis Band.
Oleh: Tiara Salampessy (jurnalis potretmaluku.id)
Ambon dan Maluku memang terkenal sebagai gudang penyanyi bertalenta. Tidak hanya penyanyi solo, tetapi juga grup musiknya. Bisa dikatakan banyak penyanyi dan grup musik asal Maluku. Namun sejauh ini yang saya tahu kebanyakan beraliran pop, dan hanya ada beberapa grup musik yang bergenre rock. Salah satunya adalah Satu Garis Band. Ketika kebanyakan grup band mengangkat musik rap maupun RnB, Satu Garis Band tetap konsisten dengan aliran musik yang mereka pilih.
Saya cukup kenal baik para personil Satu Garis. Beberapa waktu lalu, ketika melihat status WhatsApp Dariola Pratama Leiwakabessy sang vokalis Satu Garis, saya sedikit tergugah. Dariola yang lebih dikenal dengan panggilan Dio, mengunggah foto proses pembuatan video klip lagu terbaru mereka, di pedalaman hutan Pulau Seram. Menariknya mereka mengajak Suku Noaulu –suku terpencil di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) di Maluku– dalam video klip yang dibuat.
Sejauh yang saya tahu, Suku Noaulu tidak gampang diajak berswafoto maupun divideo. Saya lantas menghubungi Dio untuk berbincang mengenai lagu terbaru mereka.
Baca Juga: Tampil Perdana Di Korsel, Band Etnik Asal Ambon Kaihulu Dapat Sambutan Antusias Audiens
Satu Garis Band sendiri didukung Dariola Pratama Leiwakabessy/DIO (Vokal), Leo alfin Leza/Alfin (kibord), Jacky Talahatu/ Jeki (gitar ritem), Nicolas Marvio Lailossa/Nico (gitaris), Filathzi Sinay/Achi (drum), Liberto Godlief thenu/Benny (bass) dan Jimmy Silahooy/Jim (menejer).
Jimmy Silahoy, sang manajer Satu Garis membenarkan lagu baru band tersebut lebih ke budaya Maluku, mereka memang sengaja mengangkatnya karena keterpanggilan para personel Satu Garis yang berdarah Maluku.
“Proses penulisan lagu, waktunya sekitar satu bulan. Kebetulan saya sendiri yang menulis lagu ini. Memang ada beberapa kesulitan dalam proses lahirnya lagu baru ini. Lebih utama adalah waktu kami untuk koordinasi, mengkaji dan kemudian menganalisa semua lirik-lirik yang ada dalam lagu ini,” ujar Jimmy.

Proses penulisan dan analisa lirik lagu yang memakan waktu lama, menurut Jimmy semata-mata agar ke depan saat lagunya direlease, tidak menimbulkan polemik di masyarakat maupun teman-teman yang tidak berprasangka negatif.
“Itu kesulitan utama. Mungkin kita hanya berkoordinasi untuk narasumber di Pulau Seram, terutama di dalam lagu ini ada salah satu Kapata (Kapata adalah syair yang dinyanyikan dalam bahasa daerah setempat yang isinya menceritakan suatu peristiwa yang bersifat informatif), yang asalnya dari Negeri Souhoku, Seram. Kita langsung meminta izin kepada narasumber untuk bisa atau tidaknya Kapata tersebut dimasukkan dalam lirik lagu ini,” tuturnya.
Setelah dikonfirmasi mereka akhirnya yakin bahwa Kapata tersebut benar-benar murni dan asli dari Negeri Souhoku, dan narasumbernya adalah Christian Latuni yang juga asli Souhoku sekaligus merupakan tokoh adat, serta seorang kepala kewang.
Dukungan Suku Noaulu
Suku Noaulu dipilih untuk ikut dalam pembuatan video klip lagu tersebut, sebab liriknya juga menjelaskan mengenai kehidupan orang tua dulu-dulu, yakni Seram asli yang merupakan suku Noaulu.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi