Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati Sosial)
“Unju orang pas paskali” (=menunjuk orang yang tepat). Biasanya diucapkan ketika “orang yang dapa unju par karja tuh orang bae” (=orang yang ditunjuk untuk melakukan suatu pekerjaan itu adalah orang baik atau tepat orangnya).
“Seng boleh sabarang unju” (=jangan sembarang menunjuk/mengangkat), “bisa-bisa ale yang malu sandiri” (=bisa saja anda yang malu sendiri). Biasanya ini menjadi semacam “isarat” (=isyarat/kode) dari orang tua supaya kita “unju orang yang pas”.
Artinya “dong jua seng mau katong malu susah” (=mereka tidak mau kita malu atau susah), “tagal mau taru muka di mana kalu katong unju salah orang” (=karena pasti malu jika kita salah tunjuk orang). “Jadi unju tuh yang bisa angka katong muka sadiki” (=jadi tunjuk yang bisa membuat bangga/mengangkat muka kita).
“Kalu unju orang yang pas” (=jika menunjuk orang yang tepat), “dia tar karja par diri sandiri” (=dia tidak bekerja untuk diri sendiri), “orang bae tuh manekat jadi jongos par orang banya pung bae” (=orang baik itu nekat bekerja laksana babu untuk kebaikan orang banyak).
“Kalu dapa unju, dia tau itu par karja, bukang par batanding, la sabang hari stel deng jengki, capatu manyala, dasi malintang” (=jika ditunjuk, ia tahu adalah untuk bekerja, bukan untuk bergaya setiap hari dengan celana panjang, sepatu mengkilat dan dasi melintang).
“Unju orang yang pas tuh tar susah” (=sebenarnya tidak susah menunjuk orang yang pas), “tagal orang yang pas tuh lia dari dia pung karja, bukang stori” (=karena orang yang tepat itu dilihat dari kerjanya bukan bicaranya). “Yang cuma bicara tuh dorom kosong” (=yang hanya bisa berbicara itu tong kosong), “tabula bale deng yang karja” (=berbeda dengan yang suka bekerja).
“Jadi mau unju orang tuh, unju yang pas” (=jadi jika mau menunjuk seseorang untuk suatu tugas, tunjuklah orang yang tepat).
Rabu, 8 September 2021
Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi
