Oleh: Ikhsan Tualeka (Presiden Maluku FC/Direktur Beta Sport)
Memang ada yang perlu kita benahi, termasuk soal mentalitas pemain. Tapi semua ini adalah bagian dari ekosistem persepakbolaan kita, yang tentunya kedepan perlu diperbaiki.
Buruknya managemen kompetisi, ketidaknetralan perangkat pertandingan hingga pengaturan skor adalah hal yang lumrah, menjadi rahasia umum di Indonesia. Dampaknya kericuhan kerap kali tak terhindarkan atau mewarnai sejumlah pertandingan.
Di Liga 3 saat ini misalnya, awal kompetisi ada live streaming, belakangan ditiadakan. Official tim juga dilarang merekam jalannya pertandingan, padahal rekaman di era persepakbolaan modern ini penting untuk bahan evaluasi tim, maupun penyelenggara kompetisi.
Adapun terkait insiden saat Maluku FC (MFC) versus Persedikab Kediri bisa dilihat dengan gamblang. Setiap MFC unggul, ada saja cela ‘janggal’ untuk tuan rumah menyamakan kedudukan.
Di babak pertama misalnya, tuan rumah dapat hadiah tendangan pinalti sesaat setelah Maluku FC unggul di menit 18. Sementara setelah kembali unggul 2:1 di menit 20 babak kedua, 15 menit kemudian pemain MFC ada yang dikartu merahkan untuk satu kesalahan yang tidak krusial, sehingga skor di waktu normal menjadi 2:2.
Di injury time dan MFC kalah dalam jumlah pemain, oleh wasit pertandingan dipaksa berlangsung lebih lama, melebihi waktu 4 menit yang sebelumnya telah diumumkan lewat papan official di sisi lapangan. Hingga MFC akhirnya kebobolan di menit 8 injury time.
Skor akhir menjadi 3:2 untuk kemenangan tuan rumah, oleh gol yang dibuat di waktu yang telah melebihi injury time yang telah ditetapkan, tentu memperlihatkan ada semacam pengkondisian untuk memenangkan tuan rumah. Semestinya dugaan kecurangan ini bisa disaksikan dan dinilai publik andai saja ada live streaming.
Sekali lagi, penjelasan ini tidak untuk membenarkan insiden kericuhan, karena itu tak perlu terjadi, dan ada mekanisme formal dalam melakukan protes, bukan lewat kekerasan. Semoga insiden yang terjadi dapat menjadi catatan penting dan bahan evaluasi bagi kita semua, agar kedepan lebih baik lagi.
Memberikan justifikasi atau pelimpahan kesalahan hanya semata kepada MFC juga rasanya kurang bijak. Apalagi di MFC itu ada banyak orang-orang yang mau mendedikasikan waktu, tenaga dan materi untuk memajukan Maluku.
Ada CEO Irwan Maulana, CMO Arief Fadillah, CFO Ricky Aridiyawan, Manager Saidna Azhar, pelatih kepala Lutfi Lestaluhu dan official lainnya. Ada para pemain yang terus berlatih dan mau berprestasi.
MFC mungkin saja secara finansial belum sebaik klub-klub daerah lain yang memang didukung penuh CSR dari industri perusahaan yang beroperasi di daerah itu. Tapi mau terus berupaya untuk harumkan nama Maluku.
Itu artinya, kita jangan hanya melihat di ujung, tapi juga memahami secara menyeluruh. Karena membangun satu klub bola yang besar itu bukan perkara mudah.
MFC baru berusia satu tahun. Klub-klub besar seperti Persija, Persib, Arema, Persebaya yang sudah puluhan tahun berdiri dan langganan Liga 1 saja masih kerap terjadi insiden yang sama seperti di Kediri kemarin itu.
Yang pasti insiden itu salah, tidak perlu terjadi, meski ada pemicunya yang sudah kami jelaskan dalam sejumlah publikasi sebelumnya. Dan atas semua itu sekali lagi mewakili keluarga besar MFC, beta sampaikan maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikan.
Masih ada dua laga sisa di babak 32 besar ini, kalau MFC bisa menang, kita bisa pastikan lanjut ke 16 besar, bahkan ke babak 8 besar untuk dapat tiket ke Liga 2. Tapi jika tidak, sudah sampai di titik ini saja adalah sesuatu yang patut diapresiasi, tinggal dievaluasi yang kurang-kurang, sehingga kedepan lebih baik.
Salam olahraga…
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi