Pendapat

Puisi yang Bermakna: Catatan Bukber Satupena dan Komunitas Puisi Esai

Oleh: Swary Utami Dewi (Anggota SATUPENA Sulawesi Selatan)


Politik membelah dan puisi menyatukan. Itu salah satu yang dinyatakan oleh Bang Denny JA, Ketua Umum Satupena, serta Bang Nasir Tamara, Ketua Dewan Penasihat Satupena. Adagium itu mereka nyatakan di acara Buka Bersama yang diselenggarakan oleh Satupena dan Komunitas Puisi Esai di satu restoran di Polonia, Jakarta Timur, pada 16 Maret 2024.

Politik membelah? Tidak perlu disebut apa yang terjadi sebelumnya. Yang jelas, proses pemilu memang menimbulkan dinamika pada kawan yang berbeda pandangan, pilihan dan tindakan. Ada rasa buncah “kebahagiaan” di satu sisi disertai kritik pedas sepedas-sepedasnya — yang mungkin terus berlanjut sampai beberapa waktu mendatang. Ada pula rasa gemas dan cemas menanti dan melihat perkembangan negeri ini.

Masing-masing berpikir, bersikap dan bertindak sesuai pilihan dan kenyamanan. Ya…dinamika itu ada. Tapi rata-rata itu tidak menyiratkan kebencian atau ketidaksukaan pada orang per orang secara personal. Yang ditentang adalah ide dan gagasan.

Karena gagasan pula maka buka puasa itu hadir. Gagasan untuk memberi oase pada semua; Gagasan untuk meninggalkan sejenak gonjang-ganjing politik — yang saya yakin pasti akan berlanjut untuk tujuan menjaga kebaikan negeri. Ide ini disambut baik oleh lebih dari seratus sahabat Satupena, Komunitas Puisi Esai dan jaringannya, yang hadir dalam acara buka bersama tersebut.

Kegiatan ini sendiri dikemas secara spesial dalam bentuk tadarus puisi. Seorang kawan sempat bertanya, mengapa tadarus puisi? Bukan Al-Qur’an? Pertanyaan itu tidak salah. Dalam pengertian umum, tadarus adalah membaca dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an secara bersama-sama dan bergantian. Sementara, ini adalah tadarus puisi. Bisa jadi ini dipandang”anomali”. Tapi secara positif bisa pula dilihat sebagai inovasi.

Dalam tadarus puisi tersebut bergantian beberapa senior dan kawan membacakan puisi. Hadirin menyimak seksama — dan saya yakin, semua bisa menarik makna mendalam dari puisi-puisi yang tersaji di sini.

Secara pribadi, ada beberapa puisi yang menyita perhatian saya. Pertama, Ketua Dewan Penasihat, Bang Nasir Tamara, membacakan puisi berjudul “Demokrasi dalam Huruf I.” Jelas dan tegas ini tentang demokrasi.

Tentang puisi tersebut, saya menanyakan kepada Bang Nasir apa yang ia pikirkan saat menulis puisi itu. Begini penjelasannya: “Pemikiran dan praktik demokrasi merupakan bagian teramat penting dalam peradaban manusia. Hampir semua negara yang memilih jalan ini mendapatkan kemajuan ekonomi secara berkesinambungan. Selain itu, demokrasi juga penting dalam rangka menjaga hak asasi manusia serta melindungi alam dari kerusakan.” Ya…ya… saya setuju ini.

Lalu saat saya teringat bagaimana praktik “berdemokrasi” di sebuah negeri antah-berantah yang sedang berlangsung, jawaban tentang ini juga saya dapatkan dari Bang Nasir. “Jalan demokrasi memang tidak mudah. Terkadang seperti roller coaster. Tetapi ini memang harus ditempuh. Bagaimana pun, hingga kini demokrasi merupakan pilihan terbaik dari semua sistem politik yg ada di dunia.”


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3Next page

Berita Serupa

Back to top button