KutikataAmboina

Pikir Eso Lusa Lai

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati Sosial)


Jang makang warmus macang eso dunya linyap” (=jangan habiskan semua makanan seakan besok itu mau kiamat). “Simpang apa yang patut, par jaga-jaga lai” (=simpanlah apa yang dapat disimpan sebagai perbekalan/persediaan).

Isi lumbung kas pono” (=masukkan cadangan makanan dalam lumbung hingga penuh), “kas maso jagong dalang drom” (=masukkan jagung kering ke dalam drom/kaleng besar). Dua pemandangan ini pernah saya lihat di Hertuti Pulau Dai, Maluku Barat Daya. “Pi siram kuli bia” (=masukkan air laut dalam kulit kerang besar), ini adalah cara orang Luang (P. Luang) dan orang Batu Merah (P. Damer) membuat garam untuk persediaan musim timur dan “biking ikang garang” (=membuat ikan asin), orang Geser dan Gorom (Seram Timur) membuat “ikang julung karing” (=ikan kering). Orang Teon Nila Serua (TNS) akan memilih membuat “nasua” (=ikan mentah yang diawetkan dengan menambahkan asam cuka dalam bambu/jiregen) sebagai bekal di musim Timur.

Baca Juga: Biking Diri Tau-tau

Ini semua tindakan “pikir eso lusa lai” (pikirkan hari esok). Tindakan ini bukan sebatas untuk “angka makanang” (=mempersiapkan bahan makanan) melainkan “jaga hidop. Jaga supaya jang susah” (=memelihara kehidupan agar tidak kesusahan/kelaparan). Sebab di masa-masa sulit itu “samua orang parlu, samua orang susah” (=semua orang membutuhkan, karena semua orang susah).

Karena itu tindakan “pikir eso lusa lai” bermakna sosial, bersifat terbuka, dalam arti:

Satu, “bisa par tulung orang laeng lai” (=bisa untuk membantu orang lain juga). Jadi yang “katong simpang bukang par makang sandiri, ka makang sambunyi-sambunyi” (=yang kita simpan bukan untuk dimakan sendiri, atau dimakan secara sembunyi-sembunyi agar tidak ada yang tahu), lalu “pura-pura kasiang/miskin” (=berpura-pura sedang susah/miskin).

Dua, “par anana cucu lai” (=demi anak cucu). Ada dua aspek lagi dari istilah ini, yaitu:

Satu: “dong pung bakal eso lusa” (=perbekalan mereka kelak). Ini dapat menunjuk pada bahan makanan yang disimpan, tetapi juga “tanang tanamang umur panjang” (=menanami tanaman umur panjang), supaya “eso lusa jang orang makang langsa, dong nganga, la orang nai cengkeh dong pa’asi” (=kelak orang makan langsat, jangan mereka menontonnya, atau ketika orang panen cengkih, mereka memungut buah yang jatuh). “Jadi jang par makang har’ ini sa, pikir anana cucu eso lusa lai” (=jangan untuk makan hari ini saja, pikirkan apa yang dimakan anak cucu kita kelak).

Dua: “jang anana cucu dapa malu” (=jangan sampai anak cucu kita malu). Ini lebih pada karakter yang baik. Artinya saat ini “orang tatua tanang apa, anana dapa akang eso lusa” (=karakter apa yang ditanamkan orang tua, pahalanya ke anak cucu). “Jang orangtotua makang langsa, anana cucu yang gigi nyilu” (=jangan orang tua makan asam, gigi anak cucu yang ngilu). Jadi “biking apapa tuh pikir eso lusa lai, jang anana cucu dapa malu” (=melakukan apa pun, pikirkan hari esok, jangan sampai anak cucu kita yang malu).

Selasa, 29 Juni 2021
Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button