PendapatOlahraga

MFC dan Harapan Baru Sepak Bola Maluku

PENDAPAT

Oleh: Ikhsan Tualeka 


“Kalau sepak bola maju, tentu perputaran ekonomi akan semakin baik seiring Maluku dapat ikut ambil bagian dalam industri sepak bola tanah air.”

Maluku FC (MFC) akhirnya keluar sebagai juara liga 3 Maluku usai menang tipis 1-0  atas Gemba FC dalam final yang berlangsung 12 Oktober di Ambon. Tim yang di-launching 27 Januari 2021 ini memang diprediksi akan menjadi juara, karena terlihat lebih siap dari tim-tim lainnya.

Sejak pertama dirilis, MFC memang punya target dapat mewakili Maluku di level Nasional. Sebagai daerah yang punya potensi atau stok pemain muda berbakat, hambar rasanya kalau Maluku tak punya klub sepak bola yang membanggakan.

Itulah yang kemudian turut menjadi alasan kuat kenapa MFC hadir atau dirikan. Agar nantinya ada satu klub sepak bola Maluku yang bermain di kasta tertinggi liga nasional dan menjadi kebanggaan bersama.

Obsesi yang wajar, sebab selain gudang pemain berbakat Nasional, DNA orang Maluku bahkan terbukti telah ada di-level tertinggi sepak bola, hingga ada yang menjadi kapten tim di final piala dunia: Giovanni van Bronckhorst. Soal ini, jangan tanya, terlalu panjang daftar para pemain berdarah Maluku kelas Nasional dan Internasional, jika ingin disebut satu per satu disini.

Maluku bisa jadi adalah satu-satunya daerah atau provinsi di Indonesia yang diaspora atau keturunannya menjadi pemain sepak bola yang paling banyak tersebar di berbagai klub, di tanah air hingga mancanegara. Tapi masih menjadi sesuatu yang ironis bila menyaksikan posisi Maluku dalam peta persepakbolaan Nasional.

Di Maluku, bahkan ada Kampung Sepak Bola, Negeri Tulehu. Dijuluki demikian karena negeri atau desa itu seperti tak habis-habisnya melahirkan pesepakbola handal. Memang sesuatu yang unik, karena rata-rata tim sepak bola di Maluku berbasis kampung atau negeri.

Maluku juga punya modal fanatisme dan antusiasme penonton atau suporter yang tinggi. Dalam beberapa pertandingan di Stadion Mandala Karang Panjang Ambon, ribuan penonton selalu hadir, meski itu baru pertandingan antar sesama klub atau kampung di Maluku, dan juga belum mendapat porsi publikasi yang memadai.

Realitas ini menggambarkan atau memberikan isyarat kalau Maluku punya dua hal utama dan penting dalam sepak bola. Pertama, potensi pemain berbakat, itu ditunjukan dengan banyak pemain asal Maluku tersebar di banyak klub, Kedua, dukungan publik dan fanatisme suporter sepak bola yang kuat.

Namun semua potensi yang dimiliki Maluku ini faktanya belum berbanding lurus dengan kemauan yang kuat dari stakeholder sepak bola di Maluku. Ukurannya sangat sederhana, yaitu hingga kini belum ada stadion atau lapangan bola yang representatif dan membanggakan orang Maluku.

Harus jujur diakui, sepak bola belum ada dalam orientasi pembangunan, karena belum dilihat sebagai potensi yang besar. Stadion Mandala misalnya, kondisinya masih jauh dari memadai. Dalam sejumlah pertandingan yang diadakan, terlihat bola kerap salah memantul ke kaki akibat rumput dan permukaan lapangan yang tidak rata, pemain juga beresiko cedera.

Belum lagi ruang ganti pemain yang kondisinya tidak layak, serta lingkungan stadion yang harus diakui kondisinya tak terurus. Semua itu menjadi parameter bahwa sepak bola Maluku belum menjadi prioritas, hingga tak maju-maju.

Padahal, kalau mau dilihat dengan lebih jernih, sepak bola di Maluku sejatinya bukan hanya urusan olahraga semata, tapi dapat berkontribusi pada makin kuatnya ikatan sosial dan membawa angin segar bagi terbangunnya perdamaian di Maluku. Sepak bola sesungguhnya dapat menjadi modal sosial yang mumpuni.

Kedepan bila MFC bisa bermain di Liga I atau Liga II, dan saat pertandingan kandang di Ambon, tentu saja suporter klub Maluku yang berasal dari berbagai suku dan agama akan berbondong-bondong ke stadion, menyatu dalam harmoni dan emosi yang sama. Seperti kerap kita lihat saat Jakmania datang mendukung Persija, atau Bonek mendukung Persebaya dan Bobotoh mendukung Persib.

Apalagi bila kemudian MFC memenangkan pertandingan, dan bahkan hingga bisa menjadi juara, akan ada pawai atau arak-arakan yang panjang keliling kota dalam euforia bersama. Seperti dapat kita saksikan ketika tim-tim Liga Nasional berhasil menggondol trofi juara.

Tidak hanya itu, kalau sepak bola maju, tentu perputaran ekonomi akan semakin baik, seiring Maluku dapat ikut ambil bagian dalam industri sepak bola tanah air. Lebih penting lagi dari semua itu adalah, sebagai daerah yang pernah berkonflik, menyatunya dukungan suporter dari berbagai kalangan, sesungguhnya akan memperkuat kohesi sosial dan persatuan anak negeri.

Kita semua tentu bisa menyaksikan, seperti yang diangkat dalam Film Cahaya dari Timur; Beta Maluku (2014), bagaimana sepak bola bisa mempersatukan, kala tim U-15 yang terdiri dari anak-anak Maluku, beda agama, masih di tengah suasana konflik berhasil menjuarai Medco Cup 2006.

Sungguh sepak bola sangat bisa menjadi alat pemersatu. Semua ini sejatinya dapat menjadi modal sosial dan momentum penting yang dapat menyadarkan kita semua, bahwa Maluku punya potensi sepak bola yang sangat besar, dan sudah saatnya dikelola dengan benar.

Saat ini MFC telah menjadi sebuah asa atau harapan baru. Tentu ini adalah langkah awal, jalan masih panjang, kata Manajer MFC Saidna Azhar Bin Tahir dalam unggahan Facebook-nya. Dukungan berbagai pihak moril dan materil sangat dibutuhkan, seperti yang kerap disampaikan CEO MFC Irwan Maulana dalam sejumlah kesempatan.

Kedepan jika asa MFC bisa terus dijaga, bukan tak mungkin tim ini akan terus melaju dan menjadi kebanggaan orang Maluku di kancah Nasional. Dan bukan tak mungkin pula karena itu, nantinya satu stadion bertaraf internasional akan dibangun di Maluku sebagai home base tim-tim dari Maluku, termasuk MFC. Maluku tentu bisa!

Ambon, 13 Oktober 2021

Ikhsan
Penulis adalah Direktur Maluku FC, Inisiator Beta Sport

Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button