Puisi

Memberi Waktu untuk Patah

PUISI

Memberi Waktu untuk Patah

Siapa dia yang berani menghancurkan asa, manusia yang terlahir dari rahim wanita dan tak ada dosa. Seandainya dia ada di kalangan semesta, dia adalah satu-satunya yang gagal menjadi manusia.

Siapa yang menjadikan dia senantiasa, bukankah semua yang dilakukan itu percuma, semua bisa berubah sesuai keadaan. Terkadang bersama kita dengan gembira, namun seketika datang menjadi lawan.

Apakah penyebab terjadinya perubahan, atas keterlibatan yang beralih, tak ada alasan untuk berdalih, karena pada kenyataan hatinya bisa berubah tak beretika.
Seandainya aku dan kamu mampu menerima kenyataan, lawan dan teman tak akan jadi persoalan. Manusia mulia mestinya paham, urusan hubungan bukan ajang persaingan. Bukan menentukan siapa yang paling banyak pengorbanan. Bukan hanya hubungan asmara, persahabatan juga bisa ada perselisihan.

Hati mungkin butuh waktu untuk sendiri, memberikan waktu untuk sedikit patah lalu dibenahi. Relakan yang tak sepantasnya dipaksakan, Terimalah yang sudah tergaris dalam ukiran kehidupan. Manusia juga bisa meluka dan terluka, jangan menjadikan diri berada dalam kondisi keduanya. Biarkan hati bekerja sesuai porsinya, jangan biarkan hati terbebani karena ambisi.

Pipi Manis Desember

Hai, apa kabar?
Semoga baik-baik saja, segera terlupakan segala yang perih.
Selamat kamu luar biasa di tahun ini.
Ingat atau tidak banyak air mata sepanjang perjalanan. Kamu hebat, bisa bertahan tetap kuat.
Menutup segala kemungkinan terburuk, membuka satu persatu waktu dengan harapan perubahan.
Aku ingin menjadi kamu yang apa adanya. Menjadi kamu yang pandai membungkus keburukan, tertata rapi dengan mimik wajah yang selalu manis.

Aku sudah luar biasa, kataku.
Tahun lalu, banyak air mata sepanjang perjalanan.
Kali ini tak banyak, namun tetap menangis.
Pipiku sudah terbiasa dengan hatiku yang mudah mencintai dan dilukai.
Terlalu percaya adalah kebodohan atau kelebihan yang aku miliki. Aku bahkan tak bisa membedakan, antara dilukai dan dibuat bahagia, air mataku tetap saja mendarat pada pipi yang selalu jadi landasan termanis.

Jangan terlalu manis, mencintai.
Tidak, kataku. Cinta tetap cinta, bagiku mencintai perlu merasakan sakit. Dia harus terbiasa dengan lukanya, sama sepertiku. Semakin kuat jika terluka, semakin pandai berdamai dengan luka.
Pipinya masih manis, apalagi ditambah air mata.
Jangan terlalu mengharap balasan tawa, jika mencintai, Nanti makin sakit.
Tahun ini aku dan kamu sudah luar biasa, tapi dia belum.
Semoga penutup tahun menjadikannya hebat.

Imajinasinya tentang cinta dan bahagia tak lagi ada, dia harus dewasa.
Semoga tahun ini aku dan kamu, menjadi pasangan paling luar biasa. Tanpa dia, dia yang ada di tahun ini menjadi dia yang seperti aku.Merasakan kehancuran, tapi tak menangis.
Semoga dia lebih hebat dari perempuan seperti aku, tahun depan membuatnya menjadi perempuan perhatian, menjadi perempuan paling cantik ketika menangis.

Tahun ini, adalah perjalanan termanis karena aku yang luar biasa. Tetap menjadi aku yang hebat dalam terluka, menjadi perempuan paling sabar menghadapi luka. Tahun depan, semoga berubah, pipiku boleh basah, tapi jangan sampai becek. Pipimu juga, tapi hatimu jangan menjadi penipu lagi, kasihan lidahmu selalu terpeleset dengan kemunafikan hatimu. Dan untuk dia, jangan berambisi lagi, biarkan aku dan kamuku menjadi bahagia di tahun depan, perlu gantian untuk membuat pipi-pipi kita menjadi manis.

Afika Windasari

Penulis: Afika Windasari, mahasiswa semester V, Fakultas Ushuludin Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button