potretmaluku.id – Dua program Nasional di Maluku yakni Ambon New Port (ANP) dan Lumbung Ikan Nasional (LIN) dikabarkan terancam gagal. Padahal pemerintah pusat dan beberapa menteri terkait, telah berjanji akan dibangun di Maluku karena wilayah ini sangat strategis.
Namun kini masih dipertanyakan program tersebut lanjut atau tidak. Lalu bagaimana sikap anggota DPR, DPD RI dapil Maluku dan Pemerintah Provinsi Maluku terhadap kedua proyek ini?
Delapan anggota DPR RI serta DPD RI dapil Maluku telah melakukan pertemuan khusus pada 22 Februari 2022 di Jakarta, membahas masalah kedua program ini. Mereka kemudian Bertemu Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) dan Kementerian PPN/Kepala Bappenas.
Di pertemuan itu, mereka terkejut setelah mendengar pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) bahwa ANP maupun LIN tidak jadi dibangun pada lokasi yang direncanakan di Desa Waai Pulau Ambon.
Alasannya terdapat gunung berapi aktif di dasar laut, serta penyebaran ranjau-ranjau dari sisa Perang Dunia II di sekitar lokasi rencana kedua pembangunan tersebut.
“Kami, maupun Menteri PPN/Ketua Bappenas kaget mendengar pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tentang pembatalan ANP dan LIN, dengan berbagai alasan yang dikemukakan,” ujar anggota DPD RI Ana Latuconsina, kepada wartawan di Ambon, Selasa (15/3/2022).
Padahal menurut Ana, Nono Sampono anggota DPD RI juga sempat membahas hal ini dengan Menko Polhukham Mahfud M.D.
“Menko Mahfud sangat mendukung program ini ada di Ambon, karena sangat tepat berdasarkan pertimbangan Geopolitik dan Geostrategis baik dalam keadaan damai maupun darurat,” ungkap Ana.
Dia juga menepis selain pernyataan Menko Luhut, informasi dari Menteri PPN/Kepala Bappenas pun membingungkan mereka, karena proyek ini akan dikerjakan oleh swasta, dengan alasan kondisi keuangan negara.
Ini dinilai aneh, pasalnya proyek Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung bisa menggunakan APBN, tetapi untuk ANP dan LIN yang bukan untuk kepentingan Maluku tapi Kawasan Timur Indonesia, bahkan NKRI harus dari swasta.
Pemerintah Provinsi Maluku dituding Ana juga belum menyelesaikan tanggung jawabnya tentang pembebasan lahan, sehingga menambah rangkaian permasalahan di pusat.
“Sayangnya saat delapan wakil rakyat dari Maluku ingin bertemu dengan Gubernur Murad Ismail membahas bagaimana kelanjutan memperjuangkan ANP dan LIN pada tanggal 9 Maret yang lalu, tapi jawaban Psnjabat Sekda, bahwa gubernur belum bisa memberikan waktu karena sudah terjadwal agenda Panen Raya di Seram Utara,” sesalnya.
Padahal menurut Ana, jika pertemuan tersebut jadi terlaksana, ada upaya bersama semua pemangku kepentingan Maluku baik yang di daerah maupun di Jakarta, untuk mengatur dan menempuh langkah-langkah strategis terhadap ketidakpastian implementasi LIN dan ANP.
“Kita tidak lagi melihat warna bendera kepentingan parpol atau interest tertentu, tujuan kami hanya satu untuk kepentingan Maluku ke depan,” tegasnya.
Mantan Ketua Komisi D DPRD Maluku ini menyarankan agar gerakan advokasi seperti ini tidak boleh sporadik dan parsial, harus satu suara demi kepentingan Maluku. Pemerintah pusat juga jangan memandang sebelah mata rakyat dan daerah Maluku.
“Bagi kami, tidak ada kata mundur untuk mengawal janji Presiden Jokowi kepada rakyat Maluku. Tidak ada pejabat negara termasuk menteri yang secara sepihak menunda apalagi membatalkan Proyek Strategis Nasional yang sudah dicanangkan akan dibangun di Maluku,” tegasnya
Kedelapan perwakilan rakyat dapil Maluku di Senayan ini antara lain, anggota DPR RI Mercy Barends, Saadiah Uluputty, Abdullah Tuasikal dan Hendrik Lewerissa. Kemudian DPD RI ada Nono Sampono, Ana Latuconsina, Novita Anakotta dan Mirati Tuasikal. Mereka akan bertemu Presiden Jokowi untuk menanyakan apa sebenarnya yang diinginkan pempus.
“Kami akan ketemu Presiden Jokowi menanyakan secara langsung apa sebenarnya yang diingikan pusat, sekaligus mendorong beliau agar segera mengeluarkan Inpres atau Keppres yang konon konsepnya terhenti di Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak mantan Menteri Susi Pudjiastuti. Kami akan desak Pemerintah Pusat untuk merealisasikan program ini,” tandasnya.
Tak Ada Payung Hukum
Menanggapi batalnya kedua Proyek Strategis Nasional di Maluku ini, akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon Dr. Ruslan Tawari menilai bahwa dampak dari Lumbung Ikan Nasional dan Ambon New Port (LIN-ANP) terkatung-katung disebakan karena tidak memiliki payung hukum.
“Sehingga siapa saja yang berkepentingan bisa mengotak-atik seenaknya. Karena tidak ada dasar hukum yang harus dia takuti,” nilai Ruslan.
Selain itu, dalam kepentingan politik tertentu yang menguntungkan pemerintah pusat, kata dia, bisa saja mengiyakan semua hal setelah keinginannya dilakukan.
“Tetapi pada saat yang sama, ketika merasa sudah tidak punya kepentingan dengan pemerintah daerah, bisa saja hasilnya jadi lain,” ujarnya.
Padahal kata dia, persoalan mendasarnya adalah rakyat, kaitannya dengan kesejahteraan. Itu kuncinya. LIN disebutnya merupakan sebuah konsep besar, jika lokasinya dianggap bermasalah dipindahkan saja ke daerah lain tapi masih tetap di Maluku.
“Kalau dianggap banyak rintangan atau tidak layak di wilayah saat ini, seperti yang disampaikan Menko Luhut Binsar Pandjaitan, bisa dipindahkan ke wilayah lain berdasarkan hasil survei dan observasi. Bukan berarti kedua program ini harus dihentikan begitu saja,” katanya.
Dijelaskan terpenting dari LIN adalah bagaimana memanfaatkan potensi sumber daya perikanan yang begitu besar di Maluku, untuk kepentingan masyarakat Indonesia, bukan cuma Maluku.
“Saya kira ini skenario yang digagalkan pusat kepada daerah. Karena apa yang diucapkan pusat tidak bisa dipegang dan direalisasikan. Jika Presiden hanya janji LIN, tetapi tidak bisa prioritaskan maka kepada siapa lagi harus kita sampaikan,” tegasnya.
Menurutnya jika LIN dan ANP benar gagal. Kemudian melalui DPR dan DPD RI serta Pemerintah Provinsi Maluku sudah berusaha maksimal untuk memperjuangkannya, maka yang harus dilakukan adalah minta Otonomi Khusus (Otsus) dalam pengelolaan Sumber Daya Alam di bidang perikanan.
“Kalau perjuangan sudah tidak bisa, maka langkah yang dilakukan kita minta Otonomi Khusus untuk pengelolaan perikanan demi kesejahteraan masyarakat kita. Saya kira itu sikap daerah yang tepat kepada pusat,” sebut Ruslan.
Pindah ke Malra atau Seram?
Penegasan yang sama sebelumnya juga disampaikan anggota Komisi I DPRD Maluku Alimudin Kolatlena bahwa jika pemerintah menaggap lokasi LIN dan ANP bermasalah, mulai dari terkendala lahan, baiknya kedua proyek tersebut dipindahkan ke Pulau Seram atau Maluku Tenggara karena dianggap lebih layak.
Pemerintah Provinsi Maluku, kata Ali, sudah harus menyusun rencana B. Jika rencana A sudah mentok. Karena program ini sangat penting untuk kepentingan masyarakat dan juga daerah kedepan.
“Saya kira kalau itu masalahnya, kan Maluku ini bukan hanya Pulau Ambon saja, tetapi ada juga Maluku Tenggara yang dari sisi infrastruktur sangat memadai. Bisa dialihkan ke sana. Kalau tidak, ke Pulau Seram masih layak dengan luas wilayahnya,” katanya
Anggota DPRD Maluku dapil SBT ini juga berharap, pemerintah daerah harus memperkuat lobi yang bargaining di tingkat pusat. Apalagi gubernur sudah pernah menyampaikan soal lahan sudah aman, itu yang harus dibuktikan.
“Jika lahan bermasalah maka pempus juga akan mempertimbangkan lagi. Makanya saran kami kalau tidak bisa di lokasi saat ini, dipindahkan saja ke Pulau Seram ataukah Maluku Tenggara,” tandasnya (WEH)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi