Legislator Asal Maluku Pertanyakan Alokasi Rp1,5 Triliun Dana ABT Kemenhut yang Nyaris Tak Melirik Indonesia Timur
potretmaluku.id – Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputty ST, mempertanyakan alokasi dana Anggaran Belanja Tambahan (ABT) tahun 2021, bagi Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang diperuntukan bagi pemulihan hutan mangrove.
Hal itu disampaikan legislator asal daerah pemilihan Maluku ini, pada rapat dengar pendapat Komisi IV DPR RI dengan Eselon I KLHK, serta Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove di Jakarta, Jumat (28/5/2021).
“Saya hanya ingin memberikan beberapa catatan. Tema dari pemerintah adalah Pemulihan Ekonomi dan Birokrasi Struktural. Dalam tema itu, melihat anggaran ABT di Kementerian Kehutanan, saya agak heran karena seluruh anggaran ABT sebesar Rp.1,5 Triliun sampai Rp.1,7 triliun, itu semuanya dialokasikan untuk pemulihan hutan mangrove,” ujar Saadiah.
Dia jadi bertanya-tanya, kenapa seluruh anggaran itu dialokasikan ke hutan mangrove. Apa relevansinya dengan pemulihan ekonomi?
“Delapan provinsi yang mendapatkan alokasi untuk pemulihan hutan mangrove itu, menurut data siapa? Apakah menurut data BPS. Dan apakah 8 daerah itu terdampak Covid-19? Ataukah dalam data BPS itu, 8 provinsi itu termasuk yang paling miskin di Indonesia,” tanya politikus PKS ini.
Menurut Saadiah ini perlu dia sampaikan, sebab sebagai orang dari Indonesia Timur, pihaknya merasakan bagaimana dalam setiap mengalokasikan anggaran, pemerintah pusat hampir tidak melirik ke daerah-daerah Indonesia timur.
Kepada potretmaluku.id, Saadiah menyebutkan, dirinya agak emosional bicara soal alokasi anggaran, karena ini pembahasan di tingkat nasional dalam satu Kementerian, dengan dana yang besar Rp.1,5 triliun. Sementara daerah Timur Indonesia hampir tidak dilirik.
Padahal jika bicara hutan, lanjut dia, maka Kepulauan Maluku dan Tanah Papua lah yang disebut-sebut merupakan benteng terakhir hutan hujan tropis di Indonesia. Sebab hutan di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi telah terkikis akibat alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan dan pertambangan.
Lebih lanjut Saadiah katakan, pada tahun 2021 Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana melakukan penanaman mangrove secara regular pada 21 titik, yang mayoritas dilaksanakan di wilayah Barat Indonesia.
Lalu KKP, kata Saadiah, juga mendapatkan tambahan anggaran Rp.43 Miliar untuk penanaman mangrove, yang kalau dilihat sebarannya masih terpusat di wilayah Jawa saja.
“Pertanyaannya laju kerusakan mangrove di luar kawasan hutan wilayah Timur Indonesia juga cukup tinggi terutama pada wilayah yang terdapat aktivitas tambang, sebagai contoh Kalimantan 11% kritis, Sulawesi 29% kritis, Bali NTB, NTT 32% kritis, Maluku dan Maluku Utara 7,3% kritis, dan papua 1,6% kritis. Seharusnya sebarannya bisa lebih proporsional untuk membendung alih fungsi hutan mangrove,” paparnya.
Syukurlah menurut Saadiah, kesimpulan rapat dengar pendapat hari itu di Komisi IV, juga sudah disepakati ada perubahan 15 % proporsi untuk daerah-daerah lain, selain 8 propinsi yang diusulkan, termasuk mengakomodir daerah di Indonesia Bagian Timur.(PM-05)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi