Ada kebahagiaan yang tak bisa saya sembunyikan ketika dua orang sahabat menyatakan diri bersatu dengan alam.
Mereka duduk mengamati kerabat saya di Negeri Morella [Pulau Ambon] memecah cangkang kenari yang keras, dan mengeluarkan isinya yang masih segar.
Saya masih menjelaskan kenari. Lalu ketika 5 isi kenari sudah ada di tikar, saya memungutinya sembari membuka kulit ari dan menunjukkan isi putihnya ke sahabat yang sudah puluhan tahun bermukim di luar negeri.
Sesaat kami saling memandang. Saya katakan padanya kulit ari ini jaminan tidak terkontaminasinya sisi dalam. Sahabat yang scientist membenarkan, dan mengambil kenari dari tangan saya, membuka sendiri kulit ari lalu menikmati kenari yang putih bersih.
“Astagaaa.. Akang segar n enak paskali.. Ale beruntung masih punya alam bagini.. “
Sahabat saya yang lain saya persilakan juga memungut kenari yang masih berkulit ari. Kami bertiga menikmatinya. Menikmati alam. Menikmati persahabatan. Saya diam-diam menaikkan syukur padaNya.
Mama Abu masih memecah kenari. Fuad Azuz bersama sepupu lain mengawasi kami dari jauh sambil tersenyum. Mungkin menyenyumi kami yang melepas atribut formal masing-masing. Suara kami bertiga nyaring dengan tertawa menuju ujung pepohonan mengabarkan bahagia.
Kenari-kenari telah menari dalam hati kami. Menarik ingatan lalu kami, menenunnya di Pantai Tahusakamal.
Rasa senang digenapi dengan datangnya Mama Abu membawa sekantong plastik kecil kenari, yang sudah lepas cangkang. Kami hanya berempat di siang itu.
Kami menaikkan syukur atas silaturrahim ini. Terima kasih untuk Fuad Azuz adik laki-laki saya, Nona Jean Saija, dan Enta Radjawane (Ravenska Wagey) yang susah mematri hati Walang Tahusakamal Morell Ambon.
Ambon, 16 Desember 2021
Faidah Azuz Sialana
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi