Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA (Dosen Fakutas Ilmu Sosial Ilmu Politik – Universitas Pattimura)
“Hidup adalah seperti mengendarai mobil di jalan satu arah yang padat. Saat dihadapkan kepada jalan tanpa pilihan, kecuali terus bergerak maju kedepan.” Merupakan qoutes Jessica Huwae, novelis berdarah Ambon. Ia hits melalui karyanya “Javier Cinta yang Tak Lagi Sederhana”, yang dipublis di tahun 2013 lalu, dimana qoutesnya tersebut jika dimaknai secara komprehensif relevan dengan figur yang saya narasikan ini.
Bukan lantaran Drs. H. Hudaya Latuconsina, M.M memulai karier awalnya sebagai guru pada SMAN 2 Tanggerang, yang membuat profilnya menarik hingga ia sukses menjadi Penjabat Bupati (Pj/Karteker) Kabupaten Serang di Provinsi Banten sana. Namun menariknya ia bisa menjadi karteker bupati di daerah yang primordialismenya tinggi, yang biasanya tak telorir orang dari luar menempati jabatan public baik itu jabatan birokrasi dan politik di tanah para juara itu.
Itulah nilai lebih yang dimiliki Latuconsina putra Negeri Pelauw (Ory), Pulau Haruku, Maluku Tengah yang berdarah Sunda itu. Ia guru yang merambah karier birokrat hingga menduduki jabatan politik.
Sebenarnya karier politiknya mirip Welhelmus Tahalele, S.E putra Negeri Boi, Pulau Saparua, Maluku Tengah itu bisa menjadi Bupati Halmahera Timur (Haltim) di provinsi jiran Maluku Utara sana. Suatu wilayah yang sebenarnya juga tak telorir orang dari luar menduduki jabatan public baik itu jabatan birokrasi dan politik di kabupaten yang bermotto Limabot Fayfiye itu.
Hudaya lahir di Ambon pada 12 Juni 1957. Ia adalah putra Haji Abdul Latif Latuconsina, seorang pengusaha bidang perdagangan dan kehutanan yang populer di era 1960-an lampau di Ambon. Ayahnya ini dikenal juga sebagai sosok pejuang pro republik, tatkala melawan separatis yang pernah bercokol di Maluku di tahun 1950-an lalu. Salah satu kakak laki-lakinya yakni, Laksamana Madya Purn. Ishak Latuconsina, M.Sc anggota DPR RI Fraksi ABRI (1992-2004), dan Duta Besar Indonesia untuk Pakistan (2009-2012).
Masa kecil hingga dewasa ia lalui di Sukabumi, Jawa Barat. Sejak kecil, suami dari Ratna Rostiati ini memang sudah punya ikatan tersendiri dengan peranan seorang guru dari ibundanya. Begitu lulus dari Sekolah Dasar di Sukabumi, Jawa Barat, ia melanjutkan di PGAN 6 tahun di Sukabumi, lalu dilanjutkan di IKIP Bandung, tamat tahun 1984. Tahun 2004 meraih gelar master di bidang manajemen sumber daya manusia.
Setelah tamat kuliah dari IKIP Bandung, Hudaya memulai kariernya sebagai PNS dimana sejak 1985-1988 menjadi guru pada SMAN 2 Tanggerang, dan sejak 1987-1994 menjadi guru di SMAN 3 Tanggerang. Pada 1994-1999 ia menjadi Kepala SMAN 7 Tanggerang, kemudian pada 1999-2001 dipercayakan sebagai Kepala SMAN 1 Tanggerang. Hudaya pun mengembangkan kariernya hingga menjadi akademisi di Perguruan Tinggi (PT)_setempat.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi