Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)
Satu per satu orang-orang bergantian membubuhkan tanda tangan dengan spidol di atas kain sepanjang 10 meter yang dibentangkan di Anjungan Pantai Losari, Kota Makassar.
Orang-orang yang tengah menikmati akhir pekan itu, berempati pada ajakan yang tertulis pada poster ukuran jumbo, yang jelas tertera pesannya: “8 Seruan Moral Untuk Hentikan Kekerasan Terhadap Anak”.
Seruan dan orasi juga disampaikan melalui toa oleh kawan-kawan dari G_Emas Perak atau Gerakan Masyarakat untuk Perlindungan Anak.
Sekalipun saya menjadi salah satu inisiatornya, tapi ide gerakan ini berawal dari Ronald, seorang kuli bangunan yang tergabung dalam komunitas Anak Makassar Pakana-kana (AMP).
Hari itu, Minggu, 26 Juli 2015. Kami berkumpul di sana, membawa poster dan pesan-pesan yang menggugah. Kami dipersatukan oleh kepedulian yang sama, yakni prihatin atas kasus-kasus kekerasan yang berujung kematian.
Di tahun 2015 itu, ada dua kasus yang mendapat liputan luas media massa. Pertama, tewasnya Engeline Megawe di tangan ibu angkatnya sendiri, Margriet Christina Megawe.Kasus kematian gadis kecil 7 tahun itu bukan hanya menghebohkan Denpasar, Bali, tapi juga Indonesia, hingga dibuatkan filmnya, “Find Angeline-Bali’s Missing”.
Kasus kedua, kematian Mutiara Rumi di Rappocini, Kota Makassar, yang terjadi justru di bulan Ramadhan. Tiara, begitu gadis 12 tahun ini akrab disapa, dianiaya ayah kandungnya, Rudi Haeruddin, hanya gegara pintu rumah terkunci. Padahal lagi beli Coto Makassar, untuk disantap saat sahur. Akibatnya, nyawa anak itu tak tertolong.
Kami dari G_Emas Perak, mengadakan aksi ini dengan memanfaatkan momen peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2024. Sejumlah lembaga menyatakan dukungan, kala itu, seperti LPA Sulsel, LPA Gowa, The Anatta Institute, Poltekes Kemenkes, Makassar, CIKALIA, Yayasan RuangAntara, LBH Bintang Keadilan Indonesia, PSMP Toddopuli, Yayasan Insan Cita (YIC) dan The HOPE Community.
Dalam Kampanye Hentikan Kekerasan Terhadap Anak itu, mereka yang berempati bukan hanya membubuhkan tanda tangan, tapi juga cap tangan berupa lima jari yang terbuka. Ini merupakan simbol STOP KEKERASAN PADA ANAK.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi