Pendapat

Fenomena Ekor Jas, Pilgub Maluku Tak Seramai Pilpres

PENDAPAT

Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA (Dosen Fakutas Ilmu Sosial Ilmu Politik – Universitas Pattimura)


Pada Sabtu (07/10/2023) lalu Direktur Eksekutif CENTRA (Center Study for Network Research) Wahada Mony, S.Sos menulis status dalam akun facebooknya : jika Fatlolon “dipinang” MI, maka kemungkinan berpotensi peluang besar. Selain bisa menggenjot basis suara Tenggara, plus menekan angka basis suara Bacagub JAR, (skema-1).

Pasangan Duet MI-Orno, masih kemungkinan berpeluang, jika publik masih menginginkan pasangan ini maju kembali pada periode kedua Pilgub Maluku 2024 mendatang, (skema-2).

Saya lantas mengomentari statusnya itu, dengan mengatakan: “orang lagi bicara Pilpres sekarang Pak Dace, Pilkada Maluku sementara tenggelam oleh Pilpres Pak Dace.” Dace adalah nama panggilan populernya di negeri asalnya Rohomoni (Mandalise Haitapessy) di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah sana. Ia pun lantas balik membalas komentar saya di facebooknya itu, dengan katakan : ”itu akang sudah boz doktor.” Ini artinya Wahada mengiyakan pendapat saya tersebut.

Nampaknya Mony sebagai pimpinan lembaga survei sedang membuat skenario mapping politik, bakal calon (balon) gubernur dan wakil gubernur Provinsi Maluku, yang layak berpasangan pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) langsung Provinsi Maluku pada 27 November 2024 mendatang, untuk selanjutnya mendapat respon nitizen (publik). Tapi ternyata dalam perkembangannya status dari bos CENTRA tersebut sepi dari tanggapan para nitizen (publik), dan hanya saya saja yang meresponsnya.

Boleh jujur pelaksanaan Pilgub langsung Provinsi Maluku, yang dilaksanakan 27 November 2024 mendatang tidak terlampau ramai dalam perbincangan publik, ketimbang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan digelar pada 14 Februari 2024 mendatang, yang lebih semarak. Nuansa Pilpres 2024 melalui balonnya Presiden dan Wakil Presiden seperti : Anis Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo lebih meramaikan jagat perpolitikan di bumi raja-raja ini.

Hal ini dikarenakan mayoritas partai politik di Provinsi Maluku lagi disibukkan dengan agenda Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2024, yang juga beriringan dengan Pilpres yang puncaknya sama-sama berlangsung pada 14 Feberuari 2024 tersebut, dimana mereka sudah tersubordinasi mengikuti Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Koalisi Indonesia Maju (KIM), dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).(Kabar24, 2022, CNBC Indonesia, 2023).

Begitu pula rata-rata dari partai politik yang terhimpun dalam tiga koalisi Pilplres di Provinsi Maluku tersebut, saat ini sedang sibuk berebut efek ekor jas dari ketiga balon presiden (capres) dan satu wakil presiden (cawapres) itu. Hal ini ditandai dengan fenomena konsolidasi partai-partai koalisi tersebut ke berbagai daerah di provinsi yang kepulauan ini, untuk mensosialisasikan kepada warga masyarakat setempat menyangkut figur balon capres-cawapres mereka.

Efek ekor jas sendiri dimaknai sebagai pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai di Pemilu. Figur atau tokoh tersebut bisa berasal dari capres ataupun cawapres yang diusung.Dalam efek ekor jas partai politik akan mendapatkan limpahan suara pada Pemilu legislatif, bila mencalonkan tokoh atau figur yang populer serta memiliki elektabilitas yang tinggi. Efek ekor jas jika disimak sebenarnya mirip dengan vote getter. (Wikipedia, 2023).

Vote getter adalah figur yang memiliki pengaruh di tengah warga masyarakat, karena dikenal sebagai tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan, artis, cendekiawan, pensiunan perwira tinggi, elite partai dan beragam profesi lainnya. Mereka vote getter tak selamanya mengisi formasi daftar calon tetap (DCT) partai dalam Pemilu. Kendati demikian “tidak selamanya ada ngopi siang gratis”, sudah dipastikan mereka akan memiliki akses terhadap sumber daya (resources), saat partai atau figur yang sukses memerintah sebagai imbalan politik bagi mereka.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button