Oleh: Eltom (Pemerhati Sosial)
“Sapa jua mau nama busu?” (=Siapa juga mau namanya buruk?). Tidak ada. Semua orang pasti “seng mau ilang hormat” (=tidak mau tidak dihormati). Jangan sampai “hidop deng prilaku busok” (=hidup dengan perilaku buruk), bahkan “tagor anana yang tukang malawang jua, beta seng mau ilang hormat” (=menegur anak yang keras kepala pun, saya tidak mau kehilangan rasa hormat). “Apalai tagor la dia kas bale kata” (=apalagi ketika ditegur lalu dia berbalas kata dengan kita).
Karena tidak mau “nama busu” maka hendaknya dalam melakukan sesuatu itu “jang iko suka” atau “jang turut biasa” (=jangan menuruti kebiasaan yang salah), sebab suatu kelakuan yang salah tetap salah.
Supaya jangan ‘nama busu“, tidak perlu menuruti perintah yang salah, sebab tidak mungkin “orang suruh loko t** lalu loko lai (=orang suruh memegang t***, kita pegang). Nasehat ini penting mengenai sikap kritis.
“Biking apapa kalu iko suka tu, pas tatumbu, jang lempar salah par orang” (=melakukan sesuatu semau hati itu, jika ada masalah, jangan melempar salah ke orang lain). Jadi harus bertanggung jawab. Nilai tanggungjawab itu penting.
“Biking apapa tu bale muka lia rumah tangga lai” (=melakukan sesuatu itu, ingatlah keluargamu), agar jangan mereka “turut tanggong malu” (=dipermalukan) lantaran kelakuan kita. “Musti angka papa deng mama pung muka” (=harus mengangkat derajat papa dan mama), supaya jelas bahwa “dong kasi didikan bagus” (=mereka mendidik dengan baik).
Kunci dari semuanya adalah “Taku Tuhan sadiki” (=takut Tuhan). “Kasi diri par Tuhan pimpin” (=berilah diri dipimpin oleh Tuhan/Allah). “Jang setang bisi-bisi la turut” (=jangan menuruti bisikan setan).
Sabtu, 15 Mei 2021
Kotamahu, Wailela-Rumahtiga
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi