Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati sosial)
Bila tanpa terduga sesuatu terjadi, orang sering berkata: “apa kong te!” Menariknya itu bukan kalimat tanya melainkan pernyataan yang menerangkan rasa heran. Seakan hal itu tidak bisa dipercaya, karena mungkin pernah ada orang lain sudah mencoba tetapi tidak berhasil.
Memang dalam hidup sesehari, kita susah menaruh percaya (=taru parcaya) terhadap pencapaian hidup seseorang atau juga meragukan kemampuan orang lain, apalagi misalnya orang itu “anana tai ayam blender dua hari” (=masih muda, kurang pengalaman), atau “anana alus-alus” (=masih muda, dinilai belum matang/tidak mampu), atau “orang biasa-biasa sa mo” (=orang biasa, terkesan tidak punya kemampuan istimewa).
Sehingga jika mereka berprestasi atau bisa mencapai derajat tertentu, dan kabar itu disampaikan kepada kita, dalam keragu-raguan dan keheranan, responsnya ialah: “apa kong te!“. Namun faktanya ialah mereka mampu dan telah melakukan sesuatu yang baik/berhasil.
Tanpa disadari ungkapan ini sering lahir karena kita belum bisa mengakui kelebihan orang lain, menganggap hanya kita yang mampu/pantas. Sehingga ketika orang lain bisa, kesannya kita tidak bisa menerimanya.
“Apa kong te!” sering diikuti oleh kalimat pelengkap seperti: “apa kong te! Ana alus itu dia mampu? Tar percaya. Ingatang, jang sampe eso lusa dong manyasal” (=masakan anak muda itu bisa. Tidak bisa dipercaya. Hati-hati jangan sampai kelak kalian menyesal). Padahal yang diperlukan adalah kita mengakui kelebihan orang lain.
Jangan lupa, ungkapan “apa kong te!” selalu muncul sebagai respons atas adanya suatu peristiwa nyata/tanda heran (=keajaiban) yang kita lihat/alami atau atas suatu kabar baik/kabar benar dari orang-orang yang menyaksikan tanda heran itu.
Kejadian yang kita lihat itu benar terjadi atau kabar dari seorang saudara itu mengandung kebenaran, tetapi kita masih menyimpan keraguan karena belum bisa mengakui kelebihan atau menerima kualitas diri seorang saudara.
Buanglah rasa ragu, dan “taru percaya sadiki par orang laeng” karena mereka mampu melakukan hal-hal baik yang bukan untuk “cari muka” (=tunjuk kebolehan pribadi) melainkan untuk “angka orang laeng pung muka” (=memulihkan harga diri sesama).
Pastori Dana Kopra, Ambon
Rabu, 24 Maret 2021
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi