Peristiwa itu serentak mengaktivasi mode Nurani yang menjadi panglima untuk mengendalikan Nalar dan Naluri maka terciptalah apa yang disebutkan oleh Durkheim sebagai Common Sence.
Sherly Tjoanda bukan apa-apa, juga bukan siapa-siapa. Andaikata dia berproses normal secara politik seperti yang lainnya, tentu akan melewati jalan terjal berliku dan berujung nasib seperti Basuki Tjahja Purnama di Pilkada DKI.
Mungkin saja Benny Laos akan terpilih tapi peluang besar untuk dikanfaskan di sudut ring tinju juga terbuka lebar ditengah kuatnya Politik Identitas Maluku Utara yang kompleks.
Sosiolog Pengacara, Penulis dan Sosiolog Amerika keturunan China dalam bukunya “Political Tribes; Politik Kesukuan dan Nasib Bangsa” mengulik tentang insting group atau naluri kelompok yang dimiliki secara wajar oleh manusia.
Persoalannya insting group itu sering kali mendapat perlakuan yang eksploitatif dan cenderung diarahkan kepada perilaku yang mengancam. Namun ketika insting group itu, masuk ke ranah kemanusiaan, maka kesadaran tentang pentingnya nasib bersama akan mendapat tepat dan makin ditonjolkan.
Inilah yang terjadi dengan Pemilih Maluku Utara. Karena itu, dari Pilkada Maluku Utara, Rakyat Indonesia harus belajar meninggalkan Politik Identitas dan mengarus-utamakan Politik Solidaritas.
Politik adalah Kekuasaan, tetapi Spiritual Politik adalah Kemanusiaan (Yan Olla; 2014). Terplihnya pasangan Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe adalah wujud Kecerdasan Nurani, Sosial dan Kemanusiaan.
Faktor lain di luar itu menjadi Instrumen pengikut yang dikelola secara cerdas oleh Tim Pemenangan, Misalnya “Pilih Yang Cantik”, “Sapu Rata”, Penguasaan Media Sosial, Personal Framing/Personal Branding dengan penguasaan bahasa Inggris, tampilnya putra-putri Sherly dan Sarbin di panggung kampanye, serta mengaktivasi solidaritas Perempuan sampai ke tingkat nasional merupakan keunggulan komparatif Sherly – Sarbin.
Maka hasil Quick Count (Indikator Politik) 49,50% adalah angka yang wajar, yang diberikan oleh Masyarakat Maluku Utara. Di Kabupaten Kepulauan Sula misalnya, dari 171 TPS, Sherly – Sarbin hanya kalah tipis di 2 TPS. 169 TPS lainnya unggul dari paslon lain.
Di Taliabu, Sherly juga unggul signifikan dari Aliong Mus yang menjadi Bupati dua periode di Kabupaten ini. Demikian juga di Halmahera Selatan; Sherly-Sarbin unggul 57.381 suara atau 32% disusul oleh Muhammad Kasuba-Basri Salama yang memperoleh 36.983 suara atau 20%.
Kemenangan Sherly – Sarbin adalah antitesa dari politik identitas, kekuasaan struktural, money politic dan dominasi gender.
Pilkada Maluku Utara umumnya dan Sherly – Sarbin khususnya adalah prototipe politik moderen, politik nilai, politik gagasan, politik cerdas, politik pengabdian dan politik solidaritas.
Di sinilah Nafsu Nalar, Naluri dan Nurani bekerja secara cerdas dan memberikan makna yang istimewa bagi Spiritualitas Politik. Selanjutnya, tugas Sherly dan Sarbin untuk membuktikan janji-janji politiknya setelah dilantik nanti. Wassalam.(*)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi