KutikataAmboina

Pi Saja! Mau Takotang Apa?

KUTIKATA

Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati Sosial)


Pi saja! Mau takotang apa?” (=Pergi saja. Apa yang mau ditakuti?). Ungkapan ini sering disampaikan oleh orangtua, “pas suruh ana pi ka sudara pung rumah ka seng ka satu tampa bagitu” (=ketika menyuruh anaknya untuk pergi ke salah satu rumah saudara atau suatu tempat tertentu).

Sebab kadang “anana tuh takotang bodo-bodo” (=terkadang ada sesuatu yang ditakuti oleh anaknya). Ada yang “taku seorang tete atau nene” (=takut terhadap seorang kakek atau nenek), dan di hampir semua kampung “ada sa tete ka nene yang suka biking takotang anana” (=ada saja seorang kakek atau nenek yang suka menakut-nakuti anak-anak). Atau di rumah itu ada “papa-papa yang satu kampong tau antua kajahatang biji ruku paskali” (=seorang bapak yang sifatnya kasar sekali).

Atau jika ke suatu tempat, seperti kebun atau pantai, kadang di lokasi itu “ada carita yang biking taku samua orang” (=ada cerita tertentu yang menjadi momok untuk semua orang). Misalnya “di situ ada setang blakang balobang” (=di situ ada setan) atau “ada orang potong kapala” (=ada penjagal).

Terkadang orang tidak mau pergi menjalankan tugas tertentu pula karena “akang jao” (=tempat itu jauh), “seng kanal sapa-sapa di situ” (=tidak ada sanak saudara di situ), “akang talalu jao bajalang kaki/nai kapal bahari-hari baru sampe” (=letaknya jauh, harus berjalan kaki/berlayar dengan kapal berhari-hari baru tiba), atau “di situ galombang basar-basar” (=di situ ombaknya besar). “Di oras ini jua ada yang tar mau pi tagal tar ada signal telepon” (=saat ini ada yang tidak mau ke suatu tempat karena tidak ada signal HP).

Baca Juga: Prokes Orkes

Situasi-situasi seperti itu sering “biking anana taku par pi waktu dapa suruh” (=membuat anak-anak takut pergi ketika disuruh), atau “timbang-timbang sagala rupa” (=penuh banyak pertimbangan).

Padahal “dapa suruh” (=disuruh) itu artinya “ada pasang” (=ada pesan) yang harus disampaikan atau “ada dapa minta bawa bakal samonti” (=diminta mengantarkan sedikit perbekalan) misalnya karena “ada sudara saki” (=ada saudara yang sakit). Jadi “kalu tar pi, mo pasang deng bakal par buang te” (=jika tidak pergi maka pesan dan bekal itu tidak ada gunanya). “Mar itu jua brarti ana tuh dia tar mau dengar orangtotua” (=tetapi itu juga berarti anak itu tidak mau dengar-dengaran orangtuanya).

Tar suka par dapa suruh” (=tidak suka ketika dimintakan melakukan suatu hal/disuruh). “Salah jaga itu tagal dia pamalas” (=bisa saja karena dia memang pemalas) “kalu seng, memang kapala malawang” (=atau memang suka melawan orangtua/siapa saja), “ka seng lai, tar mau hidop sangsara, mau sadap-sadap sa” (=atau, tidak mau susah, maunya yang enak-enak saja).

Situasi seperti itu harus dilawan, karena “kalu samua mau yang sanang-sanang sa mo skang tar bisa tulung orang yang susah” (=jika semua orang mau yang enak-enak saja, berarti tidak bisa menolong orang yang susah). “Kalu tar mau dapa suruh, la mau jadi apa” (=jika tidak mau disuruh, lalu mau jadi apa?). “Kalu karja cuma par yang ada di muka biji mata, la sapa mau tolong dong yang di jao-jao sana? (=Kalau bekerja hanya di sini, lalu siapa yang mau menolong mereka yang ada di tempat yang jauh?)

Pi saja! Mau takotang apa?” Ungkapan ini bisa juga menjadi penyemangat bahwa “tar usah taku” (=jangan takut), dan butuh “kasih diri” (=pengorbanan diri). “Jang tola, kalu su dapa suruh par bawa pasang ka bakal samonti” (=jangan menolak, jika dimintakan untuk pergi menyampaikan pesan atau mengantarkan sedikit perbekalan).

Pi saja! Mau takotang apa?” Ungkapan ini menandakan bahwa “katong nih orang suruh-suruh, jadi biking sa, tar ilang apapa” (=kita hanya utusan, jadi kerjakanlah, tidak ada yang terhilang dari hidup kita).

Pi sa, ale pung berkat su ada” (=pergi saja, berkatmu telah tersedia).

Kamis, 8 Juli 2021
Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button