Amboina

Mahasiswa Tolak Instruksi Wali Kota dan Edaran Kemenag tentang Peniadaan Shalat Idul Adha

potretmaluku.id – Ratusan aktivis mahasiswa Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Ambon, Kamis (15/7/2021).

Aksi unjuk rasa itu berkaitan dengan instruksi Wali Kota Ambon nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang kemudian ditingkatkan lewat instruksi Wali Kota nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM Mikro Diperketat.

Para demonstran menolak penerapan instruksi Wali Kota Ambon nomor 2 Tahun 2021 dan nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM berskala Mikro Diperketat lantaran dinilai terdapat upaya melawan hukum.

Koordinator aksi, Jihad Toisuta menegaskan, instruksi Walikota itu bertentangan dengan hukum yang berkedudukan lebih tinggi yakni pasal 28 (c) ayat 2, bahwa yang berhak membatasi masyarakat hanya peraturan perundang-undangan, bukan instruksi.

Sementara Wali Kota sendiri mengeluarkan instruksi. Jika memahami hukum, maka harus mengeluarkan Peraturan Wali Kota, bukan instruksi. “Untuk itu, kami menolak PPKM yang diterapkan di Ambon,” tegas Toisuta.

Tak hanya itu, masa aksi juga menolak surat edaran Kementerian Agama (Kemenag) Maluku tentang Peniadaan shalat Idul Adha yang merupakan shalat umat muslim yang baik. “Karena kami yakin bahwa pahala shalat di Masjid merupakan pahala yang terbaik,” ungkap Jihad.

Surat dari Kemenag itu bukan cuma ditolak lantaran dinilai tidak memiliki legalitas hukum yang jelas, namun juga karena dianggap hanya edaran, bukan undang-undang. Mereka juga menuntut pemerintah kota Ambon melakukan transparansi anggaran Covid-19, karena hingga saat ini tidak ada transparansi terkait pengelolaan anggaran Covid-19. Padahal, itu bukan rahasia negara.

“Kita sama-sama tahu, bahwa yang berhak ditutupi dari masyarakat hanya rahasia negara. Sedangkan anggaran Covid bukan rahasia negara, maka wajib untuk memberitahu secara transparan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Selanjutnya, mereka juga menolak pemberlakuan kartu vaksin sebagai syarat administrasi dalam pelayanan publik. Karena di dalam UU, 10 hari sebelum melakukan vaksin harus ada pendataan terhadap siapa saja yang wajib divaksin maupun yang tidak wajib divaksin.

Namun, Pemerintah Kota Ambon tidak melakukan hal tersebut, malah menyuruh seluruh masyarakat untuk harus divaksin. Dengan alasan itulah, maka sanksi administratif tersebut harusnya berlaku bagi mereka yang terdaftar sebagai wajib divaksin namun menolak untuk divaksin. Sehingga sanksi administratif bagi mereka adalah tidak bisa dilayani dalam pelayanan publik.

“Jadi bukan semua orang tidak bisa dilayani dalam pelayanan publik bila tidak memiliki kartu vaksin. Harusnya pemerintah kota melakukan pendataan bagi siapa yang wajib dan tidak wajib, agar semua tidak disama ratakan dalam pelayanan,” tegas Jihad.

Tak hanya itu, mereka juga meminta pemerintah mengevaluasi seluruh rumah sakit, karena setiap orang yang meninggal selalu dikaitkan dengan virus corona. Sampai saat ini, belum ada yang meninggal di jalanan atau di rumah lantaran terpapar corona. Tapi semua hanya terjadi di rumah sakit.

Mereka juga menolak dan mengutuk keras masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Ambon dan Maluku. Hal ini ditegaskan menyusul informasi bahwa ada TKA yang akan masuk ke Maluku.

Pemerintah daerah harusnya mensejahterakan dulu anak daerah, sebelum orang asing. “Bagaimana mau sejahterakan orang asing, sementara anak daerah sendiri belum disejahterakan. Kami harap pernyataan sikap kami dapat ditindaklanjuti,” tegasnya.(PM-03)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button