Oleh: Elifas Tomix Maspaitella (Pemerhati Sosial)
“Orangtotua pung pengajarang tuh akang pung maksud supaya kalu mau biking bae, biking par samua, jang pili-pili” (=ajaran orang tua itu maksudnya jika ingin berbuat baik, lakukanlah untuk semua jangan memandang muka/pilih-pilih orang).
Sebab hal “pili-pili” (=memandang muka/pilih-pilih orang) itu bisa “jadi hal” (=menimbulkan masalah) yang ujung-ujungnya kita dinilai “tar batul” (=tidak benar/tidak adil), “apalai kalu katong cuma biking par orang yang dekat deng katong” (=apalagi jika itu kita lakukan hanya kepada orang yang dekat dengan kita).
“Jang pili-pili” (=jangan memandang muka/pilih-pilih orang) merupakan kritikan atas orientasi kerja banyak orang yang “batimbang sablah” (=tidak adil/lebih condong ke orang yang dekat) lalu “abai orang-orang susah” (=mengabaikan orang yang susah).
“Jang pili-pili” juga jadi pengingatan bahwa “samua mata ada lia” (=semua mata tertuju kepada kita) jadi “lurus sa jang bengko ka kiri ka kanang” (=bertindaklah yang lurus jangan bengkok ke kiri atau kanan), “jang rabe mata par tola balu la gepe mata par orang ada” (=jangan nyalang sebagai tanda menolak kehadiran janda tua yang susah padahal pada saat yang sama menerima orang kaya/yang berada/banyak hartanya).
“Jang pili-pili” itu maksudnya “biking apapa tuh bukang par dapa puji, mar musti biking par samua pung bae” (=melakukan sesuatu bukan untuk mendapatkan pujian tetapi harus dilakukan untuk kebaikan semua). “Jang lia satu orang lebe dari laeng, ka jang lia barang lebe dari manusia” (=jangan mendahulukan satu orang dari lainnya, atau jangan mengutamakan harta melebihi manusia).
“Jang pili-pili” ini kritikan karena dalam banyak hal “katong tarima orang susah deng hati stengah” (=kita setengah hati menerima kehadiran orang susah), “stori tar nganga dong muka lai, rasa mau skrobi dong par lakas la pi jua” (=berbicara tanpa memandang wajah mereka, seperti mau cepat-cepat mengusir mereka), “mar coba kalu yang datang tuh orang ada tida, sio katong tarima manis paskali, stori sa sama deng ombong surga ada turung” (=jika yang datang adalah orang yang berada/kaya/hebat/berpangkat kita menerimanya dengan sangat baik, bahkan tutur kata kita ibarat embun surga yang turun).
“Jang pili-pili” sekaligus sebagai nasehat untuk mengingatkan “biking bae par orang susah tuh toh, katong tar sadar kalu itu su biking bae par Antua pung malekat” (=berbuat baik kepada orang yang susah, tanpa kita sadari kita sudah melayani malaikat Tuhan). “Itu berkat tambong, tada tar kuat, makang tar abis-abis” (=berkatnya melimpah, tidak kuat kita menampungnya, tak habis-habisnya dinikmati). “Mar kalu pili-pili tida, dapa apapa tuh tempo-tempo lai uap” (=jika kita memandang muka, laksana mendapatkan sesuatu yang cepat menguap).
“Jang pili-pili” ini adalah nasehat orangtua agar “jang batimbang” (=jangan berlaku tidak adil) “tagal kalu talalu batimbang, parao tutu ayang” (=laksana perahu yang terbalik). “Samuanya ilang, tinggalang kumbali” (=semuanya musnah, tenggelam).
Kamis, 16 September 2021
Pastori Ketua Sinode GPM Jln Kapitang Telukabessy-Ambon
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi