Pendapat

Hukum Adat Kei untuk Keadilan Korban Kekerasan Seksual 

PENDAPAT

Oleh: Fauziah A Ngabalin – Universitas Terbuka Ambon 


Masyarakat dari Kepulauan Kei, Provinsi Maluku, memiliki aturan yang secara khusus mengatur soal kekerasan seksual. Aturan tersebut berada di bawah payung Hukum Adat Larvul Ngabal. 

Larvul Ngabal bukan sekadar seperangkat aturan, melainkan cerminan dari nilai-nilai keadilan dan kebersamaan yang diwariskan secara turun-temurun.

Hukum Larvul Ngabal adalah sistem hukum adat tradisional yang mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari hak asasi manusia (HAM), pernikahan, serta kepemilikan dan penyelesaian konflik. Aturannya dibuat berdasarkan nilai-nilai, norma, dan tradisi lokal yang telah turun-temurun. 

Hukum Adat Larvul Ngabal terdiri dari tiga hukum dan tujuh pasal. Setiap pasal memiliki sanksinya sendiri. Hukum pertama bernama hukum Nev-Nev yang terdiri dari empat pasal dan mengatur soal tata kehidupan. Hukum kedua bernama Hukum Hanilit atau Tata Kesusilaan. Hukum ketiga bernama Hukum Hawear Balwirin (Hak dan Kewajiban) yang memiliki 1 pasal. 

Kekerasan seksual diatur dalam Hukum Hanilit atau Tata Kesusilaan, khususnya pasal 5 dan 6. Pasal 5, disebut dengan Rek Fo Kelmutun, mengatur soal sekat atau batasan pergaulan, termasuk pentingnya menjaga batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat Kei. 

Secara filosofis, hukum ini menekankan pentingnya menjaga kesucian dan kerahasian dalam hubungan suci antara suami dan istri. Pasal ini juga memperingatkan tentang bahaya pergaulan bebas tidak bertanggung jawab, yang diyakini dapat menimbulkan masalah dan konflik. 

Selanjutnya, Pasal 6, Morjain Fo Mahiling, mengatur soal pentingnya untuk menjaga martabat perempuan dan keutuhan rumah tangga dalam budaya Kei. Meskipun perempuan dianggap berharga, mereka menghadapi tantangan dalam menjaga tradisi di tengah pengaruh budaya luar. 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2 3 4 5 6 7 8Next page

Berita Serupa

Back to top button