Dinilai Berisiko, Pemda Diminta Pertimbangkan Pemulangan Paksa Pengungsi Kariuw

Minta Kariuw Direlokasi
Sementara itu, pengacara muda asal Pelauw Ajis Talaohu justru menawarkan usulan penyelesaian menuju perdamaian yang abadi.
Ia mengatakan justru pertemuan yang diinisiasi pemerintah mestinya dapat membuka cakrawala, menambah referensi para pihak yang sedang terlibat menyelesaikan konflik antar dua desa.
Menurut dia, perlu dilihat dengan terbuka, misalnya bagaimana sikap Pelauw pasca konflik 1999. Dari semua negeri yang bertikai, hanya mungkin Kariuw yang diterima pulang, sementara desa-desa atau negeri-negeri yang lain sampai hari ini tidak bisa kembali ke negeri asalnya.
Di situ dapat dilihat bagaimana komitmen perdamaian yang masyarakat Pelauw wujudkan dan tunjukan untuk Maluku. Itu artinya jika ada yang menilai masyarakat Pelauw intoleran, sangatlah jauh dan sangat tidak berdasar.
Ini penting, kata dia, sehingga bila ada tawaran relokasi dengan berbagai pertimbangan menjadi relevan ketimbang memulangkan warga Kariuw karena beberapa faktor yang akan diuraikannya sebagai berikut:
Mengembalikan Kariuw tempat hunian lama juga tak serta merta menyelesaikan masalah. Paling-paling hanya pemerintah atau sejumlah politisi yang menuai pujian, dan menambah insentif electoral jika mereka mau ikut dalam pemilu nanti.
Setelah itu? Kedua negeri akan ada dalam ketegangan. Bukan hanya dihantui rasa takut karena tidak ada jaminan rasa aman buat kedua bela pihak untuk jangka waktu yang lama, tapi lebih dari itu konflik sewaktu-waktu atau kapan saja akan pecah.
Mesti ada satu solusi yang memadai. Relokasi bisa menjadi pilihan atau alternatif penyelesaian masalah, dengan pertimbangan dengan relokasi warga Kariu akan memiliki lahan yang luas baik itu untuk hunian juga pertanian.
Sebab di lokasi lama yang mereka tinggalkan, selain tanah yang terbatas untuk tempat tinggal, warga Kariuw juga tak punya lahan untuk digarap sebagai lahan pertanian atau perkebunan.
Selain itu kemungkinan terjadi gesekan atau konflik tidak lagi ada, karena kedua negeri tidak lagi hidup atau tinggal berdekatan. Kita tau ini bukan konflik yang pertama terjadi, sebelumnya sudah terjadi konflik semacam ini.
Semua bentuk penyelesaian konflik harus berangkat dari prinsip keadilan yang berimbang bagi kedua pihak, memastikan masa depan kedua pihak, tidak ada lagi konflik, karena sejatinya masyarakat pelauw juga tidak ingin hidup dalam konflik.
Semetara itu Ketua Ikatan Pemuda, Pelajar, Mahasiswa Pelauw (IPPMAP) dalam menanggapi pertemuan yang dianggap sebagai perdamaian semu itu, menghimbau sekaligus menyerukan agar seluruh komponen masyarakat Pelauw tetap menolak Kariuw kembali.
Pihaknya mengapresiasi kehadiran negara dalam menyelesaikan konflik ini, namun juga meminta kepastian keamanan dalam jangka waktu yang panjang.
Untuk diketahui konflik telah berlangsung setidaknya tiga kali, yakni tahun 1930, 1999 dan terbaru 26 Januari 2022, menunjukan bahwa ada siklus konflik, dan itu bakal terulang kalau kedua kelompok masyarakat masih tinggal dalam satu kawasan yang sama.
Untuk itu, IPPMAP mengimbau agar pemerintah mengambil opsi agar Kariuw relokasi, misalnya ke Pulau Seram demi keamanan dan kedamaian yang hakiki. Sehingga kedepan tak ada lagi konflik yang tentu saja merugikan kedua bela pihak.
IKUTI BERITA LAINNYA DIĀ GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi