Puisi

Di Sana Merdeka, Di Sini Duka

Di Sana Merdeka, Di Sini Duka

Merdeka itu budak yang dibebaskan
Hasil rampasan yang dikembalikan setelah perlawanan panjang yang berakhir di 17-an
Definisi merdeka itu karangan
Nyatanya, di sini bersua karna luka
Di sana memilih lupa
Inikah MERDEKA?

75 Tahun kita tertatih layaknya anak bersagar
Teriakan suara-suara minor di timur menjadikan duka dan luka tumbuh subur
Anggapan di sana, di sini hanyalah angin lama
Timur semestinya libur untuk merdeka
Bukan menginginkan otonomi daerah

Mengharapkan daerah istimewa layaknya Jogja adalah tanda tanya tanpa jawaban, kutipan tanpa sumber
Hanya alibi yang kian mekar perlahan sadar
Kalau sebenarnya kita adalah budak
Kita adalah penjahat dalam penjara
Kita adalah wilaya jajahan yang merdeka

Mari kita kembali ke rimba
Tempat kita tumbuh dan besar dalam perawan Nusa Ina
Tempat pulang dan pergi menaruh harapan yang telah hilang perawannya
Tak perlu risaukan peradaban bernama Nusantara
Kuburan bernama nesia milik mereka di istana
Tak perlu nestapa, mari sarapan dengan perlawanan

Mari beralibi tentang Indonesia yang sejahtera
Merdeka itu di sana
Di sini adalah tempat pengasingan Pramoedya sekaligus penghuninya
Mendengar kita dalam duka mestinya menawarkan solusi bukan membangun koalisi
Dengan ambisi kita mati atas nama saksi
Karna matahari dilihat dari eksistensi

Kata sajak bermunculan tanpa jeda di tiap bait puisiku
Tangisan dara dalam dada tak henti-hentinya menunggu waktu melepas pisah
Mendengar usia yang kian menua adalah waktu yang dinanti
Bertanya tentang cinta yang dimiliki?
Apakah cinta yang kami punya terlahir dari peduli yang mati?

Ada manusia-manusia pontang-panting tebar pesona
Menyempatkan waktu berziarah ke Istana
Meninggalkan jasa berharap dapat jatah
Mengawal setiap kepentingan demi upah
Segalanya akan binas jika dibayar deng harta dan tahta

Kini usailah sudah
Biar kita rehat saja
Memang sakit di dada
Namun buktikan saja
Bahwa kita tanpa mereka
Tetap kita, tetap INDONESIA


Mari Bercita-cita

Pagi-pagi sebelum burung-burung bernyanyi
Sesudah rembulan menari
Tiba-tiba beta punya satu cita-cita
Menjadi satpam, mengawal lahan di desa-desa

Jadi polisi hutan demi perampasan tanah terakhir
Jadi tuan untuk tanah dari mata air sampe kaki air
Beta tangkis dengan pakatang dari saban anca
Sampe upu dan ina bataria muria

Pagi-pagi beta berjalan masuk hutan
Deng seribu perkara dari sejuta keraguan
Perihal pohon jati bernasib jadi gedung
Pohon gaharu tumbang hanya karna uang

Nusa ini terlanjur palapa
Bagi beta yang sadrah untuk tirta amarta
Sahmura di jantong kampung adalah akta bagi asa
Bagi upu ama untuk upu lanite yang esa

Pagi-pagi saat dekap menjadi gata
Saat serayu membentuk gumpalan dengan cara berbeda
Itu pertanda amarah para leluhur untuk investor datang bertandang menawar genosida
Alam dirampas atau, kita tetap di bui dalam zamin sampai rimpuh bersama mara

Dari pada basudara hela parang lalu potong kaka
Tagal dusun sepotong di anggap harta
Maka mari jadi satpam, tuan tanah, atau polisi hutan
Untuk jaga negeri, jaga tanah, rawat nusa dari investor di negeri kapitan

Ambon : 2 Maret 2021

Haliyudin

Penulis: Haliyudin Ulima, mahasiswa semester V, Fakultas Ushuludin Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Lihat Juga
Close
Back to top button