
Oleh: Dr.M.J.Latuconsina,S.IP,MA (Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura)
“Kita tidak akan membiarkan masa lalu menyeret kita ke bawah dan menghentikan kita untuk bergerak maju. Kita mengerti ke mana kita harus pergi.”
Kata-Kata ini merupakan qoutes dari Vladimir Vladimirovich Putin, yang populer di panggung politik global, dengan sapaan Vladimir Putin. Ia merupakan Presiden Rusia, salah seorang arsitek Perang Rusia-Ukrania yang tengah berkecamuk.
Qoutesnya tersebut relevan dengan karya sastra ini. Penegasannya bahwa, ”kita tidak akan membiarkan masa lalu menyeret kita ke bawah dan menghentikan kita untuk bergerak maju..” benar adanya.
Meskipun karya ini merupakan sebuah karya sastra, bukan berarti menyeret kita, untuk kembali ke kehidupan masa lampau. Hanya sebuah komparasi semata, untuk kehidupan di masa kini yang lebih baik lagi.
Terlepas dari itu, pada setiap zaman punya kisah tersendiri sesuai dengan masanya waktu itu, yang membedakannya dengan zaman-zaman sebelumnya dan sesudahnya.
Tidak banyak penulis yang menorehkan tintanya, sebagai buah pikirannya baik itu dalam bentuk fakta, dan fiksi dari dinamika kehidupan pada suatu zaman. Itu hanya dapat dilakukan oleh segelintir para sejarawan, dan para sastrawan yang memaparkannya kepada kita dengan latarbelakang historic. Sehingga kita dapat membaca dan menikmatinya.
Sedikit dari para sastrawan tersebut yakni, Iksa Banu. Penulis kelahiran Kota Gudeg, Yogyakarta ini menarasikan sebuah karya sastra, dalam bentuk cerita pendek (cerpen), yang terhimpun dalam sebuah karya yang berjudul : ”Semua untuk Hindia”, diterbitkan oleh P.T Gramedia.
Bisa dikata cerpen ini laris manis di hadapan khalayak pembaca di tanah air. Hal ini lantaran cetakan terakhirnya pada Maret tahun 2023, yang merupakan cetakan keenam. Pertama kali di cetak pada Mei 2014, kedua pada Maret 2018, ketiga pada November 2018, keempat pada pada Maret 2024, dan kelima pada September 2022.
Cerpen ini memaparkan tiga belas cerita pendek merentang dari masa pra kedatangan Cornelis de Houtman hingga awal Indonesia merdeka. Masing-masing menggoda kita untuk berimajinasi tentang sejarah Indonesia dari sudut pandang yang khas: mantan tentara yang dibujuk membunuh suami kekasih gelapnya; perwira yang dipaksa menembak Von Imhoff; wartawan yang menyaksikan Perang Puputan; inspektur Indo yang berusaha menangkap hantu pencuri beras; administratur perkebunan tembakau Deli yang harus mengusir gundik menjelang kedatangan istri Eropanya; nyai yang begitu disayang sang suami tetapi berselingkuh.
Menurut penulisnya dalam pengantar cetakan kedua bahwa, ketika cetakan pertama buku kumpulan cerpen “Semua untuk Hindia” ini diluncurkan pada bulan Mei 2014, sejujurnya saya tidak pernah menyangka bahwa, buku tipis ini dalam perjalanan panjangnya akan mendapat sambutan positif antara para pembaca.
Cukup banyak ulasan media jejaring maupun cetak yang hingga hari ini hadir membaca kritik bernas maupun sanjungan terhadap isi buku ini.
Apa yang dipaparkan penulisnya tersebut sesuai dengan fakta, dimana konten dari cerpen-cerpennya ini menarik perhatian khalayak pembaca. Dimana meskipun merupakan suatu karya fiksi, yang memotret kehidupan era kolonial Belanda, namun berkualitas, yang mengisahkan kehidupan di zaman lampau.
Hal ini membawa kita kembali ke masa lampau, dengan berbagai dinamikanya yang kompleksitas, sebagai suatu komparasi dengan dinamika masa kini. Suatu karya sastra, yang direkomendasikan bagi semua khalayak pembaca, untuk dibaca secara komprensif, pasalnya menarik.(*)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi