Pendapat

Belajar Jurnalisme Radio Dengar Symphony No 5 Beethoven

PENDAPAT

Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Satupena Provinsi Sulawesi Selatan)


Saya membuat tulisan ini sembari mendengar Symphony No 5, salah satu mahakarya Ludwig van Beethoven’s. Komposisi ini membawa ingatan saya ke suasana sejuk Wisma Tempo, di Sirnagalih, Megamendung, puncak Bogor, lebih seperempat abad lalu.

Di bulan Juni 1998 itu, saya dan teman-teman dari Jakarta, Surabaya, Jember, Pontianak, Medan, dan beberapa daerah lain, mengikuti Public Training Radio, yang diadakan oleh Institut Studi Arus Informasi (ISAI) kerjasama dengan The Canadian Committee to Protect Journalists (CCPJ). Ada dua trainer dari Kanada, yakni David W Candow dan Wayne Sharpe.

Saat berada di ruang pelatihan itulah, kami diperdengarkan Symphony No 5, sebagai bagian dari pendekatan jurnalisme yang dipelajari. Ini merupakan salah satu karya paling gemilang dan terkenal dari komponis asal Jerman itu. Ludwig van Beethoven (1770-1827), menulis komposisi ini tahun 1800, tapi penyelesaiannya baru dilakukan antara 1807 hingga 1808.

Symphony No 5, oleh Anton Schindler, penulis biografi Beethoven, diberi nama “Simfoni Takdir”. Dalam interpretasi terhadap karya ini sampai Abad ke-20, komposisi ini dianggap sebagai cerita tentang kekalahan dan kemenangan, tentang pertarungan nasib manusia yang berlangsung seumur hidup. Selain itu, juga tentang penderitaan dan pembebasan dari kesengsaraan, yang dituangkan dalam musik.

Marjory Linardy, Redaktur Deutsche Welle (DW), dalam laman www.dw.com menulis, Symphony No 5 punya ide dasar “per aspera ad astra” atau melalui kegelapan malam menuju cahaya. Maknanya, melalui kesulitan untuk mencapai kebahagiaan. Ini dituangkan dalam penggunaan tangga nada C-minor dan C-mayor, yang jadi dasar pemikiran kebudayaan Eropa.

Selesai memperdengarkan karya Beethoven itu, David W Candow tidak langsung memberikan pemahaman teknis terkait jurnalistik radio. Melainkan, dia mengantar peserta pada pemahaman-pemahaman yang bersifat filosofis-humanis. Dia mengatakan, radio itu sejatinya adalah manusia. Manusia yang berkomunikasi dengan manusia. Radio merupakan sarana, sekaligus penyampai pesan.


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

1 2Next page

Berita Serupa

Back to top button