potretmaluku.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ambon dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah (Pengda) Maluku, mengecam sikap sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku yang melarang dan memaksa penghapusan video salah satu jurnalis TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy saat meliput rapat pengawasan APBD/APBN tahun anggaran 2020 di lima Kabupaten/Kota bersama 12 mitra komisinya, Jumat (4/6/2021) pagi.
mengusir, memaksa penghapusan video liputan dan intimidasi oleh sejumlah Anggota DPRD Maluku, terhadap jurnalis TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy, saat dia meliput rapat pengawasan APBD/APBN tahun anggaran 2020 pada lima Kabupaten/Kota di Maluku bersama 12 mitra komisi, di Gedung DPRD Maluku, Kawasan Karan Panjang Ambon, Jumat (4/6/2021) pagi.
Melalui keterangan persnya yang duterima potretmaluku.id, kedua organisasi jurnalis ini menuturkan kronologis aksi pelarangan yang terjadi di tengah rapat, sekira pukul 11.52 WIT.
Saat itu, untuk kepentingan berita, jurnalis tersebut merekam video pembicaraan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Maluku, Muhammad Marasabessy.
Pada saat perekaman berlangsung, salah satu anggota Komisi III DPRD, yakni Ayu Hasanusi memanggil jurnalis tersebut, dan bertanya kepada jurnalis bersangkutan apakah dia wartawan atau bukan.
Setelah diketahui jawabannya bahwa perempuan tersebut adalah jurnalis yang bekerja untuk media siber TribunAmbon.com, Ayu Hasanusi kemudian memberikan interuksi kepada Ketua Komisi, dalam hal ini Richard Rahakbauw, agara wartawan tidak meliput pembicaraan saat rapat tersebut.
Padahal rapat tersebut merupakan rapat terbuka, sehingga sejumlah jurnalis yang bertugas di DPRD Maluku turut mengikutinya, dalam posisi sebagai peliput, guna mendapatkan bahan berita.
Atas saran dari Ayu Hasanusi, selanjutnya Ketua Komisi III DPRD Maluku Richard Rahakbauw pun meminta kepada jurnalis bersangkutan (Mesya), agar menghapus rekaman videonya. “Siapa yang video? Hapus. Hapus sekarang,” perintah Richard Rahakbauw dalam rapat tersebut.
Setelah itu, untuk memastikan videonya sudah terhapus, Richard meminta salah satu staf DPRD untuk memeriksa telepon genggam yang digunakan Mesya untuk merekam video. “Hei, periksa HP-nya apakah dia sudah hapus atau belum. Cepat periksa,” tegasnya.
Sementara itu, Kadis PUPR Maluku, Muhammad Marasabessy meminta agar rapat tersebut baiknya berlangsung tanpa diliput. “Saran saya, ada baiknya rapat ini tidak usah diliput oleh jurnalis,” ujarnya.
Akhirnya, Richard pun mengintruksi untuk seluruh jurnalis yang sedang meliput pun akhirnya disuruh keluar dari ruangan rapat.
Usai kejadian ini, selaku Ketua Komisi III DPRD Maluku, Richard Rahakbauw akhirnya meminta maaf kepada jurnalis bersangkutan. “Ade kaka minta maaf e. Kaka tidak tau. Aman to?” ujar Richard.
Atas kejadian tersebut, AJI Ambon menilai pelarangan ini menghambat dan membatasi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang publik dan jelas-jelas menyalahi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers yang di dalamnya menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Karena kerja-kerja jurnalistik mulai dibatasi, menurut AJI Ambon, alhasil peran pers bagi kepentingan masyarakat mulai terganggu. Selain itu hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dijamin oleh undang-undang juga terabaikan.
Karena itu AJI Ambon diwakili Tajudin Buano (Ketua), Khairiyah Fitri ( Sekretaris) dan Nurdin Tubaka ( Ketua Bidang Advokasi), mengeluarkan sikap sebagai berikut:
- Meminta Anggota DPRD Provinsi Maluku taat hukum dan UU yang berlaku. Sebab, siapapun yang melawan hukum karena sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan profesi pers, bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda maksimal Rp500 juta (Pasal 18 ayat 1) UU no 40 tahun 1999
- Pelarangan kegiatan jurnalistik oleh sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
- Sebagaimana pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
- Melanggar ketentuan Undang-Undang yang melindungi jurnalis sebagaimana Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang HAM;
- Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia
Sedangkan IJTI Maluku menilai sikap sejumlah anggota DPRD Maluku terutama Richard Rahakbauw, adalah perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.
Sebab, menurut IJTI, kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan jurnalis mendapat perlindungan hukum, sebagaimana tertulis di Pasal 8 Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
Tindakan ini juga, disebut IJTI, memasung publik mendapatkan informasi yang bermutu sekaligus mencederai semangat demokrasi. Apalagi rapat yang dibahas tersebut, berkaitan dengan urusan publik. Untuk itu, harusnya anggota DPRD mengetahui fungsi dan kerja-kerja jurnalisitik lebih detail. Bukan dengan sikap arogan karena di iklim demokrasi peran pers sebagai pengawas atau penjaga.
Oleh sebab itu, IJTI Pengda Maluku diwakili Juhry Sarmanery (Ketua), dan Christ Belseran (Sekretaris), serta Jaya Barends (Ketua Divusi Advokasi dan Humas), mengeluarkan pernyataan sikap sebagi berikut:
- Sikap sejumlah anggota DPRD terutama Richard Rahakbauw bertentangan dengan Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers Pasal 4 ayat (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasiinformasi.
- Tidak ada lagi pelarangan liputan, penghapusan materi liputan karena kerja jurnalistik diatur tegas dan jelas Undang-Pasal 6 di huruf d.melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan huruf c.memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
- Menyarankan Anggota DPRD Provinsi Maluku membaca Undang-Undang Nomor: 40 tentang Kebebasan Pers, sehingga tindakan tersebut tidak terulang kembali dan meminta maaf secara terbuka. Sebab sebagaimana tertulis di Pasal 8, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
- Perbuatan sejumlah anggota DPRD Maluku terutama Richard Rahakbauw, memenuhui unsur Pasal 18 what (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).(PM-05)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi