Warga Rohomoni Minta JPU Beri Hukuman Penjara Maksimal kepada Daud Sangadji
potretmaluku.id – Puluhan warga Negeri Rohomoni yang mengatasnamakan sebagai Aliansi Anak Negeri Menolak Kekuasaan Raja melakukan aksi demonstrasi di dua institusi penegak hukum, yakni di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Selasa (29/10/2024).
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar memberikan hukuman yang setimpal kepada Raja Negeri Rohomoni di Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).
Koordinator Aksi, Abdul Gafur Sangadji kepada wartawan mengatakan, aksi tersebut terkait dengan kelanjutan sidang perkara dugaan tindak pidana pertambangan Galian C. Aksi tersebut juga dilakukan bertepatan dengan rencana sidang tuntutan oleh JPU.
“Tadi kami sudah menyampaikan tuntutan kami kepada Kejaksaan Tinggi,” ungkap Gafur di halaman PN Ambon.
Gafur menyebut, pihaknya mengapresiasi kinerja dari Kejati Maluku dan juga Kejari Maluku Tengah dalam hal ini JPU yang telah membuktikan dakwaannya dengan sangat baik dalam proses persidangan dengan terdakwa Raja Rohomoni, M. Daud Sangadji.
Sejak perkara itu dilimpahkan ke PN Ambon pada 10 September 2024 pada saat pembacaan surat dakwaan, kemudian dilanjutkan pemeriksaan saksi-saksi, baik yang meringankan maupun saksi ahli pertambangan yang dihadirkan JPU.
“Kami berterima kasih kepada JPU yang telah membuktikan dakwaannya sesuai pasal 158 UU Pertambangan dengan sangat baik, sehingga telah kita dapatkan fakta persidangan yang terang benderang terkait kasus ini,” ujarnya.
Kata dia, fakta persidangan itu diantaranya, ada transaksi Galian C sebesar Rp833 juta, dengan volume penjualan sebesar 500 ret. Dan berdasarkan fakta persidangan, dana tersebut tidak dipergunakan untuk pembangunan Masjid Hatuhaha.
Sebelumnya, didalilkan oleh terdakwa (Raja Rohomony) dan saksinya bahwa dana itu digunakan untuk pembangunan Masjid Hatuhaha. Padahal tidak dipergunakan.
“Jadi keterangan yang didalilkan oleh terdakwa dan saksinya itu telah terkualifikasi sebagai keterangan palsu,” katanya.
Menurut Gafur, terdakwa dan saksinya terancam tahun penjara sesuai pasal 242 KUHP, karena keterangan palsu itu disampaikan dibawah sumpah dan juga dihadapan majelis hakim untuk kepentingan penegakkan hukum.
Pihaknya juga berharap, pada saat pembacaan tuntutan, jaksa harus memberikan tuntutan penjara yang maksimal kepada terdakwa. “Karena kami yakin dan percaya terdakwa tidak akan mungkin lolos dari tuntutan jaksa, fan tidak akan mungkin dibebaskan,” tegasnya.
Sebab, proses pembuktian dalam perkara pidana adalah pembuktian materil, dimana perbuatan tersebut telah terbukti dan terdakwa sendiri telah membenarkan dan mengakui perbuatannya.
“Jadi tidak ada lagi keraguan dalam memutuskan perkara ini. Perkara ini sudah terang-benderang. Tinggal jaksa memutuskan hukuman, dan berapa vonis pengadilan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim,” tandas Gafur. (SAH)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi