Warga 5 Batai Masih Terisolasi, Hatta: Muda-mudahan Jalan Mereka Terakomodir dalam Inpres 05
potretmaluku.id – Usia bangsa Indonesia sudah memasuki 77 tahun, setelah menyatakan diri merdeka dari segala bentuk kezoliman dan penjajahan oleh bangsa Asing, 1945 silam. Meski begitu, ketimpangan pembangunan masih saja terjadi di berbagai daerah.
Sebut saja warga 5 Batai, yakni Abio, Ahiolo, Watui, Huku dan Somit, yang mediami daerah pegunungan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Warga di wilayah ini benar-benar terisolasi karena akses jalan menuju kampung halaman mereka tak tersentuh pembangunan.
Mereka harus rela jalan kaki hingga berjam-jam dan berkilo-kilo meter jika hendak ke kota kecamatan atau kabupaten. Penderitaan ini lebih ironis jika dialami warga yang alami sakit, seperti oleh ibu hamil dan lainnya.
Ketimpangan pembangunan memang benar-benar terjadi pada wilayah ini. Bahkan pemerintah hingga saat ini belum mampu untuk mengatasinya. Karena ketimpangan pembangunan ini pula, warga yang tinggal di 5 Batai masih hidup secara terisolasi.
Salah seorang tenaga pendidik yang enggan namanya disebut potretmaluku.id, Kamis (12/1/2023) mengaku, memang jalan menuju wilayah-wilayah tersebut sangat jauh. Dia menuturkan harus berjalan hingga puluhan kilo meter.
“Katong harus jalan sampai berjam-jam lamanya. Seperti yang terlihat di lokasi ini, akses jalan yang ada di wilayah terdepan saja masih rusak, lalu bagaimana dengan bagian belakang?,” katanya.
Dia berharap pemerintah setempat bisa memperhatikan jalan menuju 5 Batai, agar warga di sana juga bisa merasakan dampak pembangunan yang merata, lazimnya masyarakat di daerah-daerah terdepan.
“Saya harap agar tidak ada ketimpangan dalam pembangunan. Pemerintah harus adil dalam hal pembangunan, supaya pendidikan dan kesehatan juga bisa berjalan normal di wilayah pegunungan,” keluhnya.
Senada Jonhy, salah satu warga 5 Batai, juga mengemukakan hal yang sama. Dia mengaku di wilayah tempat tinggalnya sangat terisolasi, jauh dari kesejahteraan pembangunan, seperti yang dirasakan oleh masyarakat di wilayah terdepan.
“Mungkin karena katong hidup di wilayah balakang, makanya pemerintah seng mau peduli. Biasa, nanti datang kepentingan baru janji kiri-kanan,” katanya kesal.
Menjawab tuntutan warga tersebut, Anggota DPRD Maluku, M Hatta Hehanussa mengungkap, beberapa waktu kemarin, lewat koordinasi rapat kerja dengan 11 kabupaten/kota, mereka juga lagi mengusulkan agar jalan-jalan di kabupaten/kota di Maluku bisa terakomodir dalam Inpres 05.
Karena memang Inpres 05 ini juga memberikan ruang bagi pihak balai untuk mengelolah jalan di kabupaten/kota, jadi tidak saja nasional.
“Ya kita berdoa muda-mudahan di tahun 2023 ini bisa terakomodir di Inpres 05,” harapnya.
Dia juga mengungkap, saat menuju ke kawasan 5 Batai, memang sejumlah jalan mengalami kerusakan total. Ada juga jembatan yang terputus.
“Tentu kita sangat prihatin dengan warga di sana. Bagaimana mungkin kemerdekaan di mana-mana, dan orang-orang sudah menikmati pembangunan, sementara mereka masih terisolasi karena persoalan dana dan lain-lain,” katanya.
Padahal, jelas Hatta, itu bukan hal utama. Artinya, kalau Pemerintah Kabupaten mau memperjuangkan persoalan tersebut ke Pemerintah Pusat, maka semua hal bisa saja teratasi dengan bijak.
Menurutnya, jika Pemerintah Kabupaten hanya mengharapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), otomatis akan terkendala. Namun, jika berbagai usulan bisa disampaikan ke Pemerintah Pusat agar diintervensi lewat APBN, maka tak ada yang mustahil.
Kader Partai Gerindra ini mengatakan, sebagai anggota DPRD dari Komisi III, dirinya akan terus menyuarakan sejumlah persoalan infrastruktur yang ada di Maluku.
“Semoga bisa terakomodir dalam Inpres 05. Tingga dilihat, kira-kira Plafon Anggaran untuk Provinsi Maluku itu ada berapa. Artinya kalau anggarannya itu bisa diperjuangan oleh Pemerintah Maluku untuk memenuhi target di 11 kabupaten/kota, maka SBB dan jalan menuju desa-desa di 5 Batai bisa teratasi,” pungkasnya. (Nab)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi