“EIGER Adventure telah berada di usia ke-35 tahunnya. Berkembang dan belajar dari berbagai ekspedisi tropis yang menjadi darah dan nadi pertumbuhan brand EIGER sejak 1989 silam.
Sudah saatnya di 2025 nanti EIGER berkolaborasi dengan berbagai komunitas, jurnalis, juga masyarakat lokal di Maluku untuk melanjutkan ekspedisi ini dengan jangkauan yang lebih lebar, juga perekaman data yang lebih mendalam,” jelas Satria.
Tim EIGER Adventure Sesi Berbagi dengan Komunitas Jazirah-Timur Labuhan Kata
Sebagai pemungkas dari perjalanan pra-ekspedisi ini, EIGER berkolaborasi dengan komunitas Jazirah – Timur Labuhan Kata menggelar sesi berbagi. Berlokasi di Baileo Cafe, Kota Ambon, Minggu 27 Oktober 2024 berkumpul lebih dari 120 orang yang berasal dari berbagai komunitas.
Theoresia Rumthe dari Jazirah – Timur Labuhan Kata mengatakan, acara ini digagas untuk memantik perbincangan, mendengar apa saja temuan-temuan yang didapatkan oleh Tim EIGER selama perjalanan menyusuri ribuan kilometer dan ribuan meter puncak Gunung Binaiya.
“Terima kasih atas semua upaya baik yang telah dilakukan oleh Tim Ekspedisi EIGER dan Jazirah. Sesi berbagi ini akhirnya bisa menjadi ruang mendengarkan dan memberikan masukan-masukan dari dan untuk Tim ekspedisi EIGER,” ungkap Theo.
Dia juga menyampaikan terima kasih kawan-kawan komunitas yang telah hadir, menyimak, memberi pernyataan dan pertanyaan. Untuk menebalkan lagi data tentang lanskap, musim dan keberagaman di Maluku.
Sesi berbagi ini pun mengundang berbagai tokoh penting, yakni Prof. Mercy Papilaya, M.Pd, (Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Biologi FKIP Universitas Pattimura), Aditya Retraubun (Ketua Himpunan Pramuwisata Maluku), dan Edi Likumahua (Kele Project). Ketiga tokoh sentral ini hadir sebagai pembicara sekaligus undangan dari Jazirah—Timur Labuhan Kata untuk berbagi perspektif dan turut menebalkan temuan-temuan Tim Ekspedisi EIGER.
Menurut Theo, harapan mereka untuk EIGER, semoga rangkaian pra hingga ekspedisi kelak bisa merekam secara utuh tema tentang alam, musim, dan identitas masyarakat Maluku.
“Bagaimana temuan-temuan tersebut bisa menjadi benang merah antara nilai sosial dan budaya Maluku, juga kedalaman hubungannya dengan alam yang membentang di seluruh Maluku,” pungkas Theo.(*)
IKUTI BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi