Sebagai penggemar MotoGP, dalam sebulan belakangan saya punya keasyikan rutin mengikuti perkembangan (dalam rekengan jam) pembangunan Sirkuit Internasional Mandalika di Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dan, waw! gitu, saban hari saya bisa dapati betapa progres perkembangan pembangunannya berjalan relatif cepat, dan secara bertahap kian kemari terus menebar pesona sinegri estetika (keindahan), dan logika (teknologi) yang sungguh aduhai. Kebanggaan saya kerap membuncah tiada tara.
Saya kemudian menyadari akan tesis tentang peradaban yang pernah terbaca lewat beberapa literatur. Tentang makna, prasyarat, peralihan, kemajuan dan kejatuhan sebuah beradaba. Dan, sahlah, kehadiran Sirkuit Mandalika dapat dibaca sebagai sinyal konfirmasi pembenar betapa sungguh peradaban sedang bertumbuh dan berkembang di Indonesia.
Cara pandang ini jelas subjektif dan boleh jadi juga terkesan apriori. Oleh sebab itu, Sirkuit Mandalika tidak cukup dipotret sebagai sebuah “tanda” yang berdiri sendiri. Ia harus dipotret sebagai bagian integral dan sinergi dari sebuah panel atawa bingkai semesta peradaban (Indonesia, regional dan global). Hanya dengan cara ini kita bisa menangkap “denyut nadi” gerak peradaban di dalamnya.
“Wajah” progres pembangunan Sikuit Mandalika akhirnya meyakinkan saya pada teori “N” yang pernah saya baca dalam buku Fritjof Capra: The Turning Point Titik Balik Peradaban Sains: Masyarakat, dan Kebangkitan Kebudayaan. Teori yang kerap saya kutip ini, poinnya adalah bahwa ada keharusan sejarah yang “memaksa” kita untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa. yang telah memiliki dan menikmati kemajuan.
Tentu, dalam konteks ini, pemaknaan yang pas dan parameter kepantasan dibutuhkan untuk membangun sebuah cara pandang dan kesadaran tentang peradaban. Dan, ini hanya dapat “maujud” jika kita mampu melewati serangkaian pembacaan secara kritis, baik dan benar terhadap khazanah literatur dan srrangkaian percakapan yang serius dan kernas di arena substansi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip kepantasan sebuah peradaban.
Sebagai penikmat MotoGP, saya tentu punya mimpi untuk bisa hadir di Sirkuit Mandalika satu saat nanti. Saya sudah sangat penasaran dan coba-coba mereka banyang deru gemuruh kanalpot motor berkaliber MotoGP, yang sejauh ini hanya bisa saya nikmati kegarangnya via youtube misalnya.
Sebagai penikmat MotoGP, saya juga teramat sangat penasaran untuk menyaksikan langsung bagaima para rider bertalenta MotoGP, melakukan late break, overtake, sliding dan celebration di sirkuit yang memiliki panjang 4,3 km dengan 17 tikungan ini. Ya, pastinya bakal waw! Ya, rasa-rasanya kok terpaan angin MotoGP seolah telah menyambar hasyrat berpancang niat untuk menjamah Sirkuit Mandalika. Yes! Sirkuit Mandalika, I’m coming. Hahahahahahahahaha……..
Semoga pada Juni 2021 nanti, kita sudah bisa memdapatkan potret final pembangunan Sirkuit Mandalika, amin.
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi