Pendapat

Tambang Emas Grasbeg dan Ketidakberdayaan

PENDAPAT

Oleh: M. Suhfi Majid I Sekretaris BPW Indonesia Timur DPP PKS

ANAK muda Papua Tengah ini saya panggil Adik Elfi. Orang Asli Papua.

Berasal dari pegunungan Papua, namun Well Educated. Lulus SMA di Australia. Menyelesaikan S1 (Bachelor) juga di Australia.

Tak heran, pikirannya terbuka. Berdiskusi dengannya renyah.

Selepas menyelesaikan S1, dia sempat bekerja di Australia. Lalu memutuskan untuk pulang kampung. Mengabdi di kampung halamannya, Timika.

Sejak 2017, Elfi bersama tokoh-tokoh adat dan kekuatan akar rumput, berjuang agar masyarakat adat di sekitar tambang emas mendapat alokasi divestasi saham PT Freeport.

“Ini perjuangan panjang kaka. Kami pemilik hak ulayat. Namun kami dipinggirkan,” Elfi tegas. Sore kemarin, kami bahas soal itu di Jambo Kupi Pasar Minggu.

Elfi benar. Perut Grasbeg Timika menampung cadangan emas dan tembaga melimpah. PT Freeport Indonesia telah menggali perut tambang Grasberg sejak 1967. Sudah 56 tahun.

Saat pertama kali di tambang, Saat itu, jumlah cadangan emas dan tembaga Grasberg ditaksir mencapai 3,8 miliar ton.

Pertambangan Grasberg dapat menghasilkan sekitar 3 juta ons emas per tahun atau sekitar 240 kilogram emas murni setiap hari.

Hitung saja, berapa rupiah yang dihasilkan setiap hari, setiap bulan, setiap tahun. Dan sekarang PT Freeport telah menggali emas itu sepanjang 56 tahun.

“Kami hanya melihat angka trilyunan rupiah yang dikeruk dari bumi papua, namun kami tak berdaya. Perjuangan untuk mendapatkan hak itu kami suarakan tak henti. Negara mesti hadir di tengah masyarakat adat,” Elfi mengulas.

Ada titik terang. Pemerintah setuju. Papua berhak untuk deviden PT Freeport Indonesia. Jumlahnya 10%. Jatah 10% dikelolah oleh BUMD PT Papua Divestasi Mandiri. Dari 10% tsb, 3% untuk Provinsi Papua, 7% untuk Pemda Mimika.

“Masyarakat adat menikmati 4% dari jatah Pemda Mimika. Ranperda untuk hak bagi masyarakat adat masih digodok. Perjuangan masih terus berjalan,” lanjut Elfi.

10% deviden yang menjadi milik Papua bukan angka kecil. Jumlahnya mencapai US$ 200 juta. Atau 2,9 Trilyun. Lebih banyak Rp 100 Milyar dari APBD Provinsi Maluku tahun 2022. Di 2022, DPRD Maluku mensahkan APBD Maluku sebesar Rp 2,8 Trilyun.

Artinya, jika Ranperda penetapan hak kelolah bagi masyarakat adat disetujui, maka mereka akan mengelolah Rp 1,16 Trilyun setiap tahun. Angka ini jika dikelolah secara sungguh-sungguh, maka masyarakat adat di sekitar tambang akan melompat bangkit dari ketidakberdayaan seperti yang terjadi selama ini.

“Belum selesai kaka, kami masih terus berjuang agar terealisasi,” Elfi optimis.

Dan, pada pileg 2024, Elfi menjadi Caleg DPR RI dari PKS di Dapil Papua Tengah.

Selamat berjuang Adik Elfi, jadikan Papua Tengah sumringah. Bangkit dan maju dari ketiadaan kuasa atas sumber daya selama setengah abad.(*)

IMG 20211231 192344
Penulis, M. Suhfi Majid.(Foto: Dok. Pribadi)

Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button