Setahun terakhir–berdasarkan pengamatan saya–(maafkan jika salah) pergerakan literasi di wilayah Seram Bagian Timur berada dalam grafik naik. Literasi mengalami kebangkitan yang cukup pesat di sana.
Sebelumnya saya hanya tahu Ali Akbar Rumeon bersama teman-temannya membangun Taman Baca Keta, Ichal di Rumfakar dengan Walang Baca Rumus , sebuah taman baca di Danama, dan beberapa yang tidak saya ingat lagi.
Akhir 2021 saya mendapati lebih banyak taman baca maupun perpustakaan yang dibangun di sepanjang wilayah SBT. Katakanlah Perpustakaan Air Nanang, Walang Baca Rumadan, dan sebuah komunitas literasi di Lian Tasik. Semuanya bangkit dari keresahan melihat kondisi kampung halaman yang terlalu jauh tertinggal. Keinginan untuk melihat perubahan menggebu-gebu dalam dada.
Di antara taman baca-taman baca ini, saya mengenal satu yang masih berada di wilayah Seram Bagian Timur juga. Hanya saja komunitas ini tidak sedaratan dengan Taman Baca Keta dan sekitarnya.
Untuk sampai ke sana, dari Ambon kita harus menumpang kapal putih ke pelabuhan Geser. Perjalanan ini memakan waktu semalaman atau seharian. Tiba di pelabuhan Geser, kita masih harus menumpang kapal spit kecil dengan kapasitas 5-7 orang.
Walang baca ini berdiri di tengah kampung menggunakan bahan bangunan alami yang diambil dari hutan. Pohon sagu menjadi inti dari bangunan ini. Daunnya—rumbia—menjadi atap, hijau kemudian berubah coklat kelam. Dindingnya berdiri kokoh disangga oleh batang pelepah pohon sagu yang orang Maluku sebut gaba-gaba. Pun lantaninya, beralas gaba-gaba yang makin membuatnya sejuk.
Walang Baca Kelurat terletak di Dusun Kelurat Kecamatan Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur. Letaknya yang terpelosok mengharuskan orang yang hendak ke sana mengganti beberapa moda transportasi darat maupun laut. Duduk berjam-jam di atas mobil atau kapal laut hingga tiba di sana nantinya.
Walang Baca Kelurat dibangun atas inisiasi seorang pemuda bernama Arsani Rumbouw.
Pemuda yang masih harus kembali ke Makassar untuk melanjutkan studinya ini, tertular virus lietrasi dari Ali Akbar Rumeon di desa administrasi Keta. Keberhasilan Ali membangkitkan semangat Arsan untuk juga membangun negerinya.
Bersama beberapa rekan pemudanya di Kelurat, Arsan mulai mengumpulkan buku dengan terlebih dahulu membangun fisik walang bacanya. Hingga saat ini bermacam-macam aktivitas telah dilaksanakan di walang baca sederhana itu; membersihkan lingkungan pantai hingga dalam kampung, membuat kerajinan tangan, dan beberapa aktivitas lainnya.
Pengunjung walang baca ini beragam,dari anak sekolah setingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Namun, jumlah buku yang tersedia masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan anak-anak Kelurat.
Oh ya sebelum saya lupa. Dalam gambar ini terlihat aktivitas orang mengangkut buku dari spit. Buku-buku ini berhasil dikumpulkan oleh para relawan yang tergabung dalam Generasi Literasi batch 3 kelompok 17.
Pada awalnya, masing-masing anggota mengajukan calon taman baca yang akan didukung. Dan Alhamdulillah rejeki Walang Baca Kelurat untuk mendapat dukungan.
Buku-buku ini kemudian dikirim ke Ambon dengan menggunakan alamat Yayasan Pendidikan Heka Leka. Beberapa minggu kemudian diambil oleh Arsan.
Terima kasih untuk semua donatur, Heka Leka yang telah menjadi penyambung silaturahim, dan paling khusus untuk teman-teman kelompok 17 (kaka Wilem, Aji, Ulfa, Selfi, dan lainnya).
Tetap semangat Arsan, Indhy Rumonin dan semua penggerak Walang Baca Kelurat, juga masyarakat dusun Kelurat yang memberikan dukungan dan hati untuk kemajuan pendidikan di Kelurat.
Riyan Suatrat
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi