Hukum & Kriminal

Firli dan Skenario Menghancurkan KPK

Oleh : Amirudin Latuconsina

Koordinator Komisi Yudisial Wilayah Maluku/ Penggiat Anti Korupsi

Tentu, akan menjadi pertanyaan publik terhadap masa depan lembaga antirasuah setelah mantan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan mantan Menteri (Mentan) Pertanian Syahrul Yasin Limpo oleh Polda Metro Jaya.

Sebelumnnya, kasus dugaan pemerasan yang menjerat Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ternyata sudah dilaporkan ke bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK sejak 2020, Pimpinan KPK juga telah menerbitkan surat disposisi agar laporan itu diselidiki. Namun laporan itu tidak ditindaklanjuti dan dibiarkan mangkrak di KPK selama tiga tahun. KPK barusan memulai penyidikan terhadap laporan mentan setelah Firli ditetapkan menjadi tersangka pada tanggal 26 September 2023.

Berbeda dengan proses penanganan pengaduan yang mangkrak di KPK, Polda Metro Jaya langsung bereaksi cepat dan melakukan penyidikan setelah laporan ini diadukan pada tanggal 12 Agustus 2023. Hasilnya, Firli yang pernah menjabat sebagai Deputi Penindakan di KPK disangkakan melakukan tindakan berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak dalam konferensi pers menyampaikan Firli dijerat Pasal 12e atau 12B atau Pasal 11 Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang PTPK juncto Pasal 65 KUHP., (detikcom).

Memulai kariernya sebagai anggota Polri yang ditugaskan di komisi antirasuah dan menjabat Deputi Penindakan. Firli Berwenang mengurus seluruh aspek penindakan kasus korupsi yang ada di KPK. Sejak di KPK, Firli diduga banyak melakukan tindakan yang bertentangan dengan tujuan pembentukan KPK dalam pemberantasan korupsi. Eks Deputi Penindakan diduga membocorkan beberapa kasus dugaan korupsi. Firli juga diduga melakukan pelanggaran etik yakni bertemu dengan orang yang berperkara, tindakan ini yang menyebabkan Firli dikeluarkan dari KPK dan dikembalikanke Polri.

Kasus ini tidak serta-merta meredupkan karir Firli, Firli Kemudian comeback dan kembali ke KPK setelah DPR memberikan suara terbanyak yang menjadikannya sebagai Pimpinan KPK Periode 2019-2023. Meskipun saat mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK, Firli banyak ditolak oleh publik, bahkan di internal lembaga KPK sendiri. Ketua KPK saat itu Agus Rahardjo dan kawan-kawan juga menyurati KPK agar Firli tidak dijadikan sebagai pimpinan KPK. Tentu ini menjadi warning bahwa Firli bukan orang yang layak masuk ke lembaga antirasuah. Sebab KPK sebagai lembaga independen hanya membutuhkan orang-orang yang berintegritas dan hal itu tidak dimiliki Firli.

Skenario Menghancurkan KPK

Keberadaan Firli di KPK sejak awal sudah diprediksi sebagai skenario membunuh KPK. Nampaknya prediksi itu tidak meleset. Memulai karir sebagai Ketua KPK, Firli langsung mendukung perubahan UU KPK yang banyak ditolak oleh penggiat anti korupsi dan dinilai oleh banyak pakar hukum akan menjadikan KPK tak bertaring. Perubahan UU KPK membuat KPK tidak lagi fokus untuk melakukan penindakan tetapi lebih pada pencegahan. Padahal upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK selama periode 2015-2019 saja telah menyelamatkan uang negara senilai Rp. 63, 8 Triliun. Efek lain dari perubahan UU KPK adalah terjadi perubahan sebagian besar pola kerja kepegawaian di KPK yang menyebabkan banyak pegawai memundurkan diri.

Perubahan pola kerja kepegawaian ini berlanjut dengan mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), akibatnya 51 pegawai dinyatakan tidak lolos dan tidak dapat bekerja lagi di KPK. Skema ini dilakukan sebagai salah satu cara ampuh menyingkirkan orang-orang yang berintegritas tinggi yang pernah menolak Firli saat mencalonkan diri sebagai Pimpinan KPK. Tentu ini cara halus yang sengaja didesain oleh negara sebagai strategi untuk meracuni KPK dari dalam.

Belum lama menjabat Ketua KPK, Firli membuat KPK kehilangan marwah dengan melakukan pelanggaran Kode Etik untuk yang kedua kali dalam kasus helikopter. Nama baik lembaga antirasuah makin tercoreng ketika Firli dijadikan tersangka dalam dugaan kasus pemerasan Mentan SYL. Jika diamati, kontribusi Firli buat KPK adalah memberikan dampak buruk terhadap independensi KPK. Firli memiliki pengaruh kuat terhadap hilangnya kepercayaan publik terhadap KPK. Bahkan Novel Baswedan yang merupakan mantan penyidik KPK menyatakan Firli Bahuri adalah penjahat besar. Novel meyakini Firli Bahuri tak hanya melakukan pemerasan terhadap mantan SYL. Novel menduga Firli sudah melakukan tindak pidana korupsi jauh sebelum memeras SYL (Liputan6.com).

Sederet perilaku Firli Bahuri selama menjabat Ketua KPK menjadi alasan kuat bahwa Firli telah merusak nama baik KPK sebagai lembaga antirasuah yang selama ini dipercaya masyarakat. Mantan Ketua KPK itu telah membunuh kepercayaan publik terhadap lembaga independen tersebut, sebab Firli merupakan orang pertama dipimpinan KPK yang dijadikan tersangka atas dugaan tindak pidana pemerasan dan gratifikasi sejak lembaga antirasuah ini dibentuk.

Berbagai problematika di tubuh KPK tidak dapat dipisahkan dengan Keberadaan Firli yang lahir dari proses seleksi yang penuh kontroversi dan menimbulkan berbagai penolakan dari publik, termasuk berbagai lembaga penggiat anti korupsi. Bahkan 500 pegawai KPK menandatangani petisi penolakan Firli sebagai Ketua KPK saat itu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Penghubung Komisi Yudisial di 12 Provinsi dengan melakukan penolakan terhadap Firli. Semangat penolakan itu menjadi sirna ketika nama Firli Bahuri masuk dalam 10 nama calon pimpinan KPK yang disodorkan Presiden Jokowi ke DPR untuk dilakukan fit and proper test.

Setelah melewati fit and proper test, Firli kemudian terpilih sebagai pimpinan KPK. Seluruh anggota Komisi III yang berjumlah 56 orang semuanya memberikan suara kepada Firli. Kondisi demikian menimbulkan kecurigaan publik terkait adanya operasi senyap yang dibangun di Komisi III untuk menjadikan Firli sebagai Pimpinan KPK. Proses yang kontroversi tersebut memberikan efek buruk buat KPK saat ini. Firli dapat dikatakan sebagai wayang dari dalang aktor koruptor yang sengaja dititipkan di KPK untuk menghancurkan KPK dan menyelamatkan para koruptor.

Setelah dijadikan tersangka, kini Firli telah di copot dari jabatannya sebagai ketua KPK. Pemberhentian Firli termaktub dalam Keppres nomor 116 tanggal 24 November 2023. President Joko Widodo kemudian secara resmi telah melantik Nawawi Pomolango sebagai ketua KPK menggantikan Firli Bahuri.

Namun ada yang ganjal dengan mekanisme pelantikan Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK. Jika dilihat dari UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, pasal 33 yang menyatakan Bahwa “Dalam hal terjadikekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”. Pasal ini memberikan penegasan bahwa jika terjadi kekosongan Pimpinan KPK, maka presiden harus mengajukan calon pengganti ke DPR. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelantikan ketua KPK pengganti Firli diduga cacat hukum.

Terlepas dari proses penunjukan Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK yang dinilai cacat hukum, tentu masih ada harapan publik agar KPK dapat mengembalikan kepercayaan publik, menjaga independensinya, mengembalikan marwahnya sebagai lembaga antirasuah. Apalagi Indonesia telah memasuki tahun pemilu, tahun politik yang sarat akan kepentingan, jangan sampai proses yang cacat hukum ini kemudian mengarahkan KPK masuk ke kubangan yang sama. ***

 


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button