Nasional

F-PKS DPR RI Ingatkan KKP Tak Gegabah Buat Kebijakan Sistem Kuota Komersil

potretmaluku.id – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI mengingatkan agar Menteri Kelautan dan Perikanan tidak gegabah, dalam membuat kebijakan penangkapan perikanan dengan sistem kontrak, yang akan dimaksimalkan sebagai penggerak utama pencapaian target devisa.

Pernyataan tersebut disampaikan anggota F-PKS DPR RI Saadiah Uluputty dalam keterangannya kepada potretmaluku.id, di penghujung tahun 2021 kemarin.

Menurut Saadiah, baru-baru ini melalui Forum Berita Satu Ekonomic Outlook 2022, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono yang didaulat sebagai pembicara kunci, menjelaskan mengenai target pengembangan perikanan kedepannya untuk mencapai target devisa.

“Menteri KP menjelaskan, pengembangan perikanan kedepannya untuk mencapai target devisa, 15 miliyar USD pada tahun 2024, dimana penangkapan perikanan dengan sistem kontrak akan dimaksimalkan, sebagai penggerak utama pencapaian target yang dimaksud,” ujar Saadiah, Jumat (31/12/2021).

Sistem kontrak ini, lanjut Saadiah, akan dilakukan pada 6 Wilayah Pengelolaan perikanan (WPP) dengan total potensi 12 Juta Ton, yaitu zona I (WPP 711), zona II (WPP 716 dan WPP717), zona III (WPP 714, 715 dan 718), zona IV (WPP 572 dan 573), zona V (WPP 571) dan zona VI (WPP 712 dan 713).

Dimana di dalam zona tersebut, kata Saadiah, dibagi kedalam beberapa zona lagi, seperti zona komersial, zona nelayan lokal/tradisional dan zona tangkap non komersial/hobi. Zona tangkap komersial inilah yang dikhususkan untuk industri yang nantinya akan diberikan kuota.

Lantaran itu, legislator asal daerah pemilihan Maluku ini meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak gegabah, pasalnya sistem kuota komersil ini akan menjadi pintu masuk bagi investor asing, dalam aktivitas perikanan komersil di Indonesia, dengan target perikanan tuna tongkol dan cakalang yang selama ini menjadi komoditas ekspor terbesar indonesia.

“Kemudian belum adanya jaminan bahwa para investor tersebut menggunakan tenaga kerja indonesia. Sebab sejak UU Cipta Kerja disahkan, sudah menghapus kewajiban kapal ikan asing untuk menggunakan minimal 70% dari ABK berkewarganegaraan Indonesia,” tandasnya.

Kebijakan sistem kuota ini, dinilai Saadiah, memiliki struktur berpikir yang sedikit meloncat. Sebab seharusnya jika kebijakan perikanan akan didorong kearah sistem zonasi dengan kuota penangkapan, maka KKP sebagai kementrian yang diberi mandat untuk mengelola perikanan nasional harusnya mengembangkan nelayan lokal terlebih dahulu.

“Sebut saja seperti peningkatan kualitas dan kuantitas armada dan alat tangkap ikan, lalu pengembangan BUMN perikanan agar mampu bersaing dengan investor investor asing yang menurut sumber berasal dari Tiongkok, Taiwan, Jepang dan Eropa,” cetusnya.

Saadiah mengingatkan, jangan sampai KKP memiliki cara berfikir yang instan demi untuk mengejar target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tinggi, sehingga rela mengorbankan kepentingan rakyat dengan memperkaya pengusaha atau investor asing.

“Apalagi 80% nelayan Indonesia adalah nelayan kecil (small scale), yang daya jelajahnya terbatas, armada serta peralatannya terbatas juga,” pungkasnya.(TIA)


Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi

Berita Serupa

Back to top button