potretmaluku.id – Lagu berjudul Ale Itu L**te, karya Emola, salah satu musisi asal Maluku yang berdomisili di Jakarta, yang menimbukkan kontrovesi dan dikecam para aktivis perempuan di Maluku dan sempat disebut-sebut mendapat statemen dukungan dari Ambon Music Official (AMO), diklarifikasi Direktur Ambon Music Office (AMO) Ronny Loppies.
“Akun Ambon Music Official (AMO) yang disebut-sebut memberikan statemenbmendukung Emola dengan lagunya dalam live streaming musisi tersebut, bukan institusi Ambon Music Office. Yang memberikan statemen dukungan itu perorang bernama Nyong P Sahetapy, yang akun Youtubenya dia beri nama Ambon City of Music Official,” ungkap Ronny, melalui keterangan persnya, yang diterima potretmaluku.id ini, Sabtu (19/3/2021).
Menurut Ronny, Ambon City of Music itu ialah brand untuk kota ini, dan siapa saja punya hak untuk menggunakannya. Jadi jangan disamakan dengan Ambon Music Office sebagai sebuah institusi yang berada di bawah Pemerintah Kota Ambon.
Sebagai institusi, kata Ronny, AMO tidak punya kewenangan mengurusi pencipta lagu dan hasil karyanya. Sebab itu ranah pihak lain, misalnya Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI).
“Tidak ada kaitan AMO dengan cipta-mencipta lagu, karena tugas AMO adalah mengakomodir, mengatur kebijakan strategis dalam pengembangan Ambon sebagai kota musik,” tandas Ronny.
Menyinggung tentang lagu yang kobtroversial ini, Ronny menilai, secara moral pencipta lagunya saat membuat lirik dia tidak terlalu mengerti. Karena jika mengikuti testimoninya di Youtube, kata Ronny, wawasannya cuma sampai di situ saja.
“Proses penciptaan lagu itu kan ada dua tipe. Yang satu, berupa intuisi yang langsung muncul. Yang satunya lagi belajar dari lingkungan atau berlajar dari orang, dan merujuk pada sesuatu. Nah kalau dengar keterangan pencipta lagu tersebut, katanya dia langsung bikin. Berarti itu hasil kreatifitasnya dia sendiri,” tutur Ronny.
Meski begitu, dari keterangan sang musisi, Ronny menangkap, bahwa lirik lagu tersebut memang tidak merujuk pada ceweknya, saudaranya atau siapa pun. Hanya saja, kata Ronny, bahasa-bahasa yang digunakan ialah bahasa yang vulgar.
“Namun kita juga harus bijak. Jangan mematikan kreatifitas orang. Apalagi jika orangnya hidup dari kreatifitasnya itu. Terlebih musisi tersebut sudah mau menerima masukan dan dia juga sudah meminta maaf,” ujarnya.
Seingat Ronny, pihak PAPPRI juga sudah berkomunikasi dengan sang musisi, dan ini mungkin jadi perlajaran berharga baginya. Sehingga kedepan dalam berkarya dia tidak ketemu masalah yang sama.(PM-03)
Penulis : Redaksi
Editor : Redaksi